Illustrasi : Ist
Kopi-times.com - Pemerintah harus mengumumkan penggunaan anggaran Covid-19 kepada publik secara berkala mulai dari 1 Juli 2020. Sebab,anggaran penanganan Covid-19 yang terus meningkat seiring bertambahnya korban terpapar berpotensi tidak dikelola secara transparan dan rawan disalahgunakan.
Desakan ini disampaikan Freedom of Information Network Indonesia (FoINI) dalam pernyataan bersama yang dirilis Kamis (25/6/2020). FoINI adalah koalisi 32 NGO dan individu, antara lain Indonesian Parliamentary Center (IPC), Seknas FITRA, AJI Indonesia, ICEL, TII, ICW, Pusako,Perludem, dan PATTIRO.
"Pengumuman penggunaan anggaran Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional secara berkala juga mencakup penggunaaan anggaran pada Maret hingga Juni 2020," ujar Ahmad Hanafi.
Hanafi yang juga Direktur Indonesian Parliamentary Center (IPC) mengatakan, ada dua skenario yang mungkin dilakukan jika pemerintah ternyata tidak juga membuka informasi berkala penggunaan anggaran Covid-19 hingga 1 Juli 2020.
Pertama, mendesak Komisi Informasi (KI) untuk meningkatkan monitoring dan evaluasi yang terfokus pada keterbukaan anggaran Covid-19. "Kedua, mengakses informasi publik hingga sengketa di KI,” kata Hanafi.
Diketahui, anggaran penanganan Covid-19 sangat besar. Informasi terakhir, pemerintah menambah lagi anggaran penanganan Covid-19 menjadi Rp905 triliun.
Awalnya, pada Maret 2020 pemerintah menyiapkan anggaran Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun. Angka itu meningkat menjadi Rp641,1 triliun pada Mei 2020, lalu membengkak lagi Rp677,2 triliun (awal Juni), dan kemudian Rp695,2 triliun (pertengahan Juni).
Peningkatan anggaran tersebut terus bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19.
Menurut data resmi Gugus Tugas Covid-19 per 24 Juni 2020, kasus positif mencapai 49.009 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 19.658 di antaranya dinyatakan sembuh, dan 2.573 meninggal. Sementara sisanya masih menjalani perawatan medis.
Potensi Dikorupsi
FoINI menilai ketertutupan pemerintah mengenai penggunaan anggaran Covid-19 memberikan peluang besar terjadinya tindak pidana korupsi. Terlebih, beberapa kebijakan memperbesar kewenangan pemerintah dalam penggunaan anggaran negara, sekaligus juga memperbesar ruang untuk terjadinya penyalahgunaan anggaran dan tindak pidana korupsi.
Dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020, Presiden memerintahkan kepada seluruh kementerian dan lembaga untuk melakukan refocusing dan realokasi anggaran diprioritaskan untuk penanganan COVID-19. Kedua, Perppu Nomor 1 Tahun 2020, pasal 27 menyatakan dengan tegas bahwa segala tindakan dan penggunaan anggaran untuk stabilisasi sistem keuangan pada masa pandemi tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana.
Terhadap kebijakan itu, FoINI mendesak agar pemerintah melalui Gugus Tugas Covid-19 di tingkat pusat dan daerah untuk menginformasikan secara berkala kepada publik, setiap tanggal 1 di setiap bulannya mengenai rincian penggunaan anggaran yang digunakan untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
"Informasi keuangan tersebut paling tidak mencakup penggunaan anggaran untuk belanja kesehatan, perlindungan sosial, dan insentif pajak/pemulihan ekonomi," sebut Hanafi.
Hal itu sesuai dengan amanat Pasal 9 ayat (2) huruf c Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pasal itu menyebutkan bahwa badan publik diwajibkan untuk mengumumkan secara berkala laporan keuangannya.
Namun demikian, hingga saat ini pemerintah belum menginformasikan secara rinci mengenai laporan penggunaan anggaran untuk penanganan Covid-19.(Rel)