Kopi Times – 80 tahun bukanlah usia yang singkat bagi sebuah bangsa. Dalam rentang waktu itu, Indonesia telah melewati berbagai fase perjuangan: dari penjajahan, revolusi, krisis multidimensi, hingga transformasi digital di era globalisasi.
Maka tak berlebihan jika Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyatakan bahwa peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI bukan sekadar seremoni rutin, tetapi merupakan momen reflektif untuk meneguhkan kembali jati diri bangsa Indonesia, siapa kita, dari mana kita berasal, dan ke mana kita hendak melangkah.
Dalam peluncuran logo dan tema HUT RI ke-80 pada 23 Juli 2025 di Istana Negara, Presiden Prabowo menyampaikan pesan penting: “Tahun ini kita merayakan delapan dekade kemerdekaan. Sebuah perjalanan panjang yang dibangun dengan darah, air mata, dan tekad seluruh anak bangsa. Ini saatnya kita menengok kembali akar-akar kebangsaan kita.”

Jati diri bangsa Indonesia tidak dibentuk dalam ruang hampa. Ia tumbuh dari semangat perjuangan kolektif yang mengikat berbagai suku, agama, bahasa, dan budaya menjadi satu identitas yang kokoh: Indonesia.
Kita bukan sekadar kumpulan masyarakat yang tinggal di pulau-pulau terpisah, melainkan satu bangsa yang lahir dari kesadaran sejarah bersama. Sumpah Pemuda 1928 dan Proklamasi 1945 adalah dua penanda kuat bahwa jati diri Indonesia dibangun dari kesediaan untuk bersatu dalam keberagaman.
Presiden Prabowo menggarisbawahi tema besar peringatan tahun ini: “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju.” Ini bukan hanya slogan, tapi cerminan dari nilai-nilai fundamental bangsa. “Bersatu” adalah landasan etis. Tanpa persatuan, bangsa ini rapuh dan mudah dipecah. “Berdaulat” adalah prinsip politik.
Tanpa kedaulatan, kita akan terus tergantung dan terombang-ambing oleh kepentingan asing. “Rakyat Sejahtera” adalah ukuran keadilan sosial. Kemerdekaan tak bermakna bila masih ada rakyat yang lapar, tidak berpendidikan, atau terpinggirkan. Dan “Indonesia Maju” adalah visi masa depan, buah dari pondasi yang kuat di masa kini.
Logo HUT RI ke-80 yang menampilkan angka 80 berbentuk tak terhingga (infinity) pun mencerminkan filosofi tersebut. Ini bukan hanya simbol visual, tapi pernyataan nilai: bahwa perjuangan untuk menjaga persatuan, kedaulatan, dan kesejahteraan rakyat adalah usaha yang tak pernah berhenti. Semangat kebangsaan harus terus hidup lintas generasi.
Dalam pidato yang penuh semangat, Presiden juga menegaskan bahwa merayakan kemerdekaan tidak boleh hanya dalam bentuk upacara dan pesta semata. Ia mengajak masyarakat untuk membersihkan lingkungan, menghias kampung, dan mengibarkan bendera Merah Putih sebagai simbol cinta tanah air.
Di sinilah nilai jati diri bangsa diuji, apakah kita masih memiliki semangat gotong royong, semangat memuliakan ruang hidup bersama, semangat membangun dari bawah?
Presiden Prabowo menambahkan, “Kita boleh berbeda. Kita boleh bersaing. Tapi kita tetap bersaudara. Kita adalah anak-anak Indonesia.” Kalimat ini menyentuh akar terdalam jati diri kita sebagai bangsa: solidaritas dan rasa senasib sepenanggungan.
Jati diri Indonesia bukan tentang keseragaman, melainkan tentang kemampuan untuk menjadikan perbedaan sebagai kekuatan. Ini adalah prinsip yang tertanam dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Maka, dalam suasana peringatan 80 tahun kemerdekaan ini, menjadi sangat penting untuk membumikan kembali nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari: di sekolah, di rumah, di media sosial, dan di ruang publik.
Tak hanya itu, Presiden juga menegaskan bahwa masa depan bangsa sangat ditentukan oleh kualitas karakter rakyatnya. Dalam kata-kata yang penuh keyakinan, ia menyatakan: “Saya, sebagai Presiden yang dipilih oleh rakyat, yakin masa depan kita cerah. Kita akan bangkit menjadi negara yang maju dan hebat.”
Optimisme ini bukan sekadar harapan kosong. Ia lahir dari kesadaran bahwa Indonesia memiliki potensi besar, sumber daya alam melimpah, demografi muda yang produktif, dan budaya yang kaya. Namun semua itu hanya akan bermakna jika kita mampu menjaga jati diri kita sebagai bangsa yang beradab, bekerja keras, berempati, dan bermoral tinggi.
Sahabat Bangsa
Perayaan HUT ke-80 RI adalah panggilan untuk bercermin dan bergerak. Mari kita hidupkan kembali semangat para pendiri bangsa, bukan dengan retorika kosong, melainkan dengan aksi nyata: memperkuat solidaritas sosial, menghargai sesama, menjunjung tinggi keadilan, dan bekerja tanpa pamrih untuk negeri.
Jati diri bangsa bukan hanya milik masa lalu. Ia adalah tugas masa kini dan warisan masa depan.
Dirgahayu Republik Indonesia ke-80!
Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju!
Jati diri kita adalah kekuatan kita. Merdeka!
(Hery Buha Manalu).



