Kopi Times | Medan :
Di tengah gemuruh perhelatan KKSU 2025 (Karya Kreatif Sumatera Utara), aroma kopi khas Sumatera merebak di udara. Ribuan pengunjung menyusuri zona kuliner, fashion, hingga kerajinan, namun ada satu ruang yang tak kalah ramai, Coffee Talks. Di sinilah tak hanya kopi yang diseduh, tapi juga ide, semangat, dan masa depan. Sebab KKSU bukan hanya festival. Ia adalah panggung transformasi: dari ekonomi konvensional menuju ekonomi hijau yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berdaya saing tinggi.
Banyak yang bertanya-tanya, benarkah ekonomi hijau itu realistis? Bukankah itu sekadar jargon? Namun KKSU 2025 menjawabnya dengan sangat sederhana namun kuat, ini nyata. Di antara produk kopi organik yang dipajang, eco-fashion berbahan tenun lokal, dan makanan sehat hasil pertanian lestari, kita melihat satu pesan yang terang, ekonomi hijau bukan utopia. Ini sedang terjadi. Di sini, di Sumatera Utara.
Menyeduh Potensi dari Tanah Subur
Sumatera Utara memiliki kombinasi yang jarang dimiliki daerah lain: tanah vulkanik yang subur, hutan tropis yang luas, dan budaya gotong royong yang kuat. Dari kawasan Tapanuli hingga Dairi dan Mandailing, tumbuh bukan hanya sebagai komoditas, tapi sebagai bagian dari jati diri. Rita, pengunjung dan penikmat menyebutkan sudah bagian dari keseharian dalam beraktifitas. Kepada kopitimes disebutkan, dalam komunitasnya dan masyarakat kampus di Medan menjadikan kopi berekspresi dalam menemukan ide. Kopi dari petani muda memperlakukan kopi sebagai sarana.
Kini, petani muda mulai menerapkan pertanian regeneratif. Mereka tidak lagi sekadar menanam, tetapi merawat tanah, menghargai siklus alam, dan memperlakukannya sebagai “makhluk hidup” yang tumbuh bersama ekosistem. Hasilnya? Kualitas bijinya meningkat, harga jual membaik, dan alam tetap lestari.
Ekonomi Hijau, Bukan Penghambat, Tapi Pengungkit Pertumbuhan
Ada anggapan bahwa ekonomi hijau menghambat pertumbuhan. Tapi kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Ketika para pelaku UMKM mulai mengganti kemasan plastik dengan daun pisang, ketika mereka mulai menggunakan energi surya untuk produksi, atau memilih kemitraan fair trade daripada praktik tengkulak, mereka sebenarnya sedang menaikkan nilai tambah produk mereka. Mereka tak hanya jualan, mereka bercerita. Dan pembeli zaman now suka cerita yang jujur, yang berkelanjutan, yang manusiawi.
Ekonomi hijau bukan tentang memilih antara pertumbuhan atau lingkungan. Ia tentang menciptakan pertumbuhan yang tahan lama, inklusif, dan adil. Bayangkan jika seluruh proses rantai, dari kebun, pengolahan, hingga penyajian, dilakukan dengan prinsip keberlanjutan. Indonesia, khususnya Sumatera Utara, bisa menjadi contoh dunia. Bukan hanya produsennya tapi pelopor kopi hijau yang bijak dan manusiawi.
Kopi dan Generasi Muda Kombinasi Masa Depan
Saya banyak bertemu anak-anak muda yang tidak hanya menjadi barista, tapi juga aktivis lingkungan. Mereka mengemasnya dalam cerita: tentang petani di lereng Bukit Barisan, tentang air bersih yang mengalir dari hutan yang dijaga, tentang ulos yang membungkus kemasannya sebagai bentuk cinta pada budaya. Di tangan mereka, kopi tidak hanya diseduh, tapi diangkat martabatnya.
Dan ini bukan sekadar tren. Ini adalah pergeseran paradigma. Bahwa bisnis harus ramah lingkungan. Bahwa produksi harus berpihak pada masyarakat lokal. Bahwa keuntungan bukan hanya uang, tapi juga dampak sosial dan ekologi. Generasi muda Sumatera Utara sedang membangun “café masa depan”, bukan hanya tempat nongkrong, tapi ruang ide, dialog, dan aksi nyata bagi bumi.
Dari KKSU Menuju Komitmen Bersama
KKSU 2025 adalah cermin bahwa perubahan itu mungkin, dan sedang terjadi. Tapi perubahan ini tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri. Ia harus dikuatkan lewat kebijakan yang mendukung, riset yang memberdayakan, dan kemitraan yang setara. Pemerintah daerah, perbankan, akademisi, komunitas, dan media harus berada dalam satu meja, menyeduh harapan bersama, seperti secangkir kopi yang dibuat dengan cinta.
Kita tidak bisa menunggu masa depan datang. Masa depan harus kita bangun. Dan ekonomi hijau adalah fondasi utamanya. Dalam setiap tetesannya yang lestari, dalam setiap tenun yang ramah lingkungan, dalam setiap produk yang jujur, kita sedang menanam benih masa depan. Masa depan di mana pertumbuhan tidak merusak, tapi merawat. Di mana keberhasilan tidak eksklusif, tapi inklusif.
Sebagai penikmat kopi dan pencinta lingkungan, saya percaya bahwa perubahan besar dimulai dari hal-hal kecil. Seperti keputusan memilih yang organik lokal daripada kopi instan impor. Seperti mendukung petani yang menjaga hutan. Seperti hadir di Coffee Talk dan menyimak suara anak muda. Seperti mendukung KKSU dan seluruh semangat di baliknya.
Karena kopi bukan sekadar minuman. Ia adalah simbol kehidupan yang dijaga. Dan Sumatera Utara punya semuanya untuk menjadi pelopor, alam yang kaya, budaya yang bijak, dan generasi muda yang berani bermimpi. (Hery Buha Manalu)