Oleh: Hery Buha Manalu
Program Makan Bergizi Gratis ((MBG)Â bukan sekadar distribusi makanan kepada anak-anak. Ia adalah cermin arah pembangunan bangsa: menyiapkan generasi sehat sambil merawat bumi yang menopang kehidupan.
Presiden Prabowo telah menempatkan MBG sebagai salah satu prioritas nasional dalam Asta Cita, namun keberhasilan program ini akan ditentukan oleh sejauh mana ia mampu berpadu dengan konservasi sumber daya alam dan pelestarian lingkungan.
Demikian fasilitas pengelolaan sampah sampah bukan hanya untuk mengurangi 30% beban TPA, tetapi juga mengembalikan nutrisi tanah lewat komposting, menggerakkan ekonomi sirkular lewat bank sampah, dan mengurangi emisi karbon melalui RDF skala kecil.
Ini bukan sekadar teknis pengolahan limbah, tetapi langkah strategis konservasi.
Kita harus ingat, makanan bergizi tidak akan lahir dari tanah yang tercemar, air yang kotor, atau udara yang penuh polusi.
Anak-anak kita membutuhkan gizi seimbang, namun mereka juga memerlukan bumi yang sehat untuk mewarisi masa depan. Mengabaikan salah satunya sama saja dengan membangun rumah tanpa pondasi.
Di sinilah letak urgensi MBG ramah lingkungan. Kita perlu memastikan pengurangan sampah makanan, penggunaan wadah guna ulang, dan edukasi konsumsi berkelanjutan sebagai standar nasional.
Pemerintah, sekolah, dunia usaha, komunitas, hingga keluarga harus memegang tanggung jawab yang sama. Konservasi tidak bisa didelegasikan, ia harus dijalankan bersama.
Jika kita ingin Indonesia Emas 2045 menjadi kenyataan, maka gizi dan lingkungan harus menjadi dua sayap emas yang mengangkat bangsa ini.
Sayap kiri memberi kekuatan fisik melalui gizi berkualitas, sayap kanan memastikan bumi tetap lestari. Tanpa keduanya, kita tidak akan terbang jauh. (Red)