Oleh : Hery Buha Manalu
Refleksi Hari Guru 2025 dalam Bingkai Filosofi Batak, “Mata Guru Roha Sisean dan Semangat Pancasila”
Refleksi dan Peringatan HUT PGRI 2025 membawa kita pada perenungan mendalam tentang peran pendidikan dalam kehidupan bangsa. Tema “Merawat Semesta dengan Cinta” tidak berhenti sebagai slogan seremonial, melainkan menjadi panggilan moral, spiritual, dan kebangsaan bagi setiap guru untuk menyalakan cahaya cinta dalam pembelajaran.
Merefleksikan kembali bahwa Guru adalah penjaga kehidupan, penjaga akal, penjaga hati, penjaga persaudaraan, sekaligus penjaga hubungan manusia dengan alam semesta. Di sinilah nilai-nilai Pancasila menemukan ruang hidupnya, ketuhanan yang memuliakan kehidupan, kemanusiaan yang penuh welas asih, persatuan sebagai ruang keberagaman, kebijaksanaan dalam musyawarah, serta keadilan sosial bagi generasi yang dididik dengan cinta.
Dalam kekayaan budaya Nusantara, masyarakat Batak memiliki filosofi pendidikan yang sangat relevan dengan semangat Pancasila, yakni “Mata Guru Roha Sisean”

Filosofi ini merefleksikan sekaligus menegaskan bahwa pendidikan bukan sekadar proses intelektual, melainkan pembentukan manusia seutuhnya, manusia yang sadar (mata), manusia yang berhati dan berbudi (roha), serta manusia yang bertanggung jawab sebagai pewaris masa depan (sisean). Ketiga unsur ini membentuk pendidikan yang holistik, membumi, dan penuh nilai kehidupan.
1. Mata, Kesadaran sebagai Jalan Merawat Semesta dan Meneguhkan Kemanusiaan
Dalam filosofi Batak, bisa kita refleksikan mata adalah jendela pertama memahami dunia. Guru membantu murid bukan hanya “melihat,” tetapi “menyadari.” Kesadaran ini selaras dengan sila kedua Pancasila, yang menuntun manusia untuk memperlakukan sesama dan alam dengan hormat dan kasih.
Di era banjir informasi, guru menuntun murid melihat realitas dengan kritis, membedakan kebenaran dari kepalsuan, menghargai perbedaan, memahami isu sosial dan ekologis, serta menyadari bahwa manusia hidup dalam hubungan timbal balik dengan semesta.
Melalui mata yang tercerahkan, murid belajar bahwa merawat bumi adalah bagian dari tanggung jawab moralnya sebagai warga bangsa. Bahwa menjaga kebersihan, mengurangi sampah, dan mencintai lingkungan merupakan bentuk nyata implementasi cinta tanah air dan persatuan Indonesia (sila ketiga).
Merawat semesta dimulai dari kesadaran yang dibimbing guru kesadaran untuk menjadi manusia yang peduli dan bertanggung jawab.

2. Roha, Hati sebagai Sumber Cinta, Kebajikan, dan Keberpihakan pada Sesama
Setelah mata memahami, roha,hati, memproses makna dari apa yang dilihat. Di sinilah pendidikan naik dari sekadar ilmu menjadi penumbuhan karakter, empati, dan kebajikan. Nilai ini beresonansi dengan sila pertama dan kedua, di mana martabat manusia dijunjung tinggi dan cinta kasih menjadi pusat kehidupan.
Guru yang mengajar dengan roha menumbuhkan rasa hormat, solidaritas, dan kepekaan sosial. Ia menjadi pemulih bagi murid yang patah, penyemangat bagi murid yang merasa sendiri, dan pembimbing bagi murid yang sedang mencari jati diri.
Ketika roha dipenuhi nilai kemanusiaan, murid belajar menolak kekerasan, menghindari ujaran kebencian, merawat kerukunan, dan menjaga toleransi, buah dari sila pertama, kedua, dan ketiga.
Inilah inti dari merawat semesta dengan cinta, merawat hati manusia terlebih dahulu.
3. Sisean, Murid sebagai Penjaga Masa Depan Bangsa dan Penegak Keadilan Sosial
Sisean adalah pewaris nilai dan masa depan. Mereka bukan objek pasif, melainkan subjek yang kelak menjaga bangsa dan semesta. Guru mempersiapkan murid tidak hanya menjadi cerdas secara akademik, tetapi bijaksana secara moral dan sosial. Ketika murid dibentuk dengan kesadaran dan cinta, mereka tumbuh menjadi generasi yang mampu menjaga bumi dari kerusakan, menjaga bangsa dari perpecahan, dan menjaga sesama dari ketidakadilan.
Di sinilah sila kelima menemukan wujudnyawujudnya, generasi yang menerjemahkan cinta, kasih menjadi tindakan yang berpihak pada kesejahteraan bersama. Guru menanamkan nilai, murid meneruskannya. Guru menjaga hati murid hari ini agar murid menjaga Indonesia dan semestanya di hari esok.
4. Pendidikan sebagai Praktik Merawat Kehidupan dalam Spirit Pancasila
Tema “Merawat Semesta dengan Cinta” mengajak kita melihat pendidikan sebagai praktik hidup yang menghadirkan nilai Pancasila dalam keseharian. Di ruang kelas, guru menjalankan misi kebangsaan:
Merawat ketuhanan dengan cinta yang memuliakan kehidupan.
Merawat kemanusiaan dengan empati dan keadaban.
Merawat persatuan dengan menghargai keberagaman.
Merawat kebijaksanaan melalui dialog dan musyawarah.
Merawat keadilan sosial melalui pembiasaan sikap jujur, peduli, dan bermartabat.
Dengan demikian, pendidikan menjadi ruang pemuliaan martabat manusia sekaligus jalan merawat Indonesia.
5. Integrasi Nilai Lokal Batak, Spiritualitas Keagamaan, dan Ideologi Kebangsaan
Filosofi Mata Guru Roha Sisean memiliki resonansi mendalam dengan nilai agama dan Pancasila. Ketiganya menekankan cinta kasih, kedamaian, tanggung jawab, persaudaraan, dan penghargaan terhadap ciptaan. Nilai lokal tidak berada di luar agama atau Pancasila, ia justru memperkaya keduanya melalui pengalaman budaya yang konkret.
Refleksi pada hari Guru ini memiliki peran istimewa sebagai penjaga keseimbangan: memastikan bahwa iman tetap membumi, budaya tetap bernilai, dan Pancasila tetap hidup dalam tindakan
Guru Menghidupkan Cinta, Murid Merawat Semesta, Bangsa Menjadi Kuat
Akhirnya, Hari Guru tahun 2025 merefleksikan kita bahwa tugas guru melampaui profesi. Guru adalah penjaga kehidupan, perawat semesta, jembatan antara nilai budaya, nilai agama, dan nilai kebangsaan. Refleksi dengan memaknai Mata Guru Roha Sisean, kita memahami bahwa pendidikan sejati menyentuh keterhubungan antara:
mata yang membangkitkan kesadaran,
hati yang melahirkan cinta,
murid yang mewarisi tanggung jawab merawat bangsa dan semesta.
Guru yang mengajar dengan cinta melahirkan generasi yang menjaga bumi dengan hati. Dan generasi yang menjaga bumi dengan hati akan membangun Indonesia yang damai, adil, dan berkeadaban, sebuah wujud nyata dari Pancasila dalam kehidupan.
Merefleksikan kembali, Merawat semesta dengan cinta berarti merawat masa depan bangsa. Dan semuanya dimulai dari seorang guru. (Red/*)



