spot_img
BerandaOpiniPendidikan Gratis di Nias, Harapan Baru dari Ujung Barat Sumatera

Pendidikan Gratis di Nias, Harapan Baru dari Ujung Barat Sumatera

Oleh: Verona Stevanus Gulo

Saat sebagian daerah di Indonesia mulai menikmati layanan pendidikan yang memadai, Kepulauan Nias masih harus berjuang dari titik yang jauh berbeda. Warga di wilayah terluar Sumatera Utara itu bertahun-tahun hidup dengan keterbatasan: akses jalan yang sulit, listrik yang tidak stabil, sarana belajar yang jauh dari layak, hingga kemiskinan yang membatasi pilihan hidup. Maka ketika Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution meluncurkan Program Unggulan Bersekolah Gratis (PUBG) dan memilih Nias sebagai wilayah pertama.

Ini harus kita kawal dan wajib sukses, bukan sekadar seruan emosional. Di balik kalimat itu tersimpan rasa lega dan harapan yang selama ini terpendam. Betapa tidak, bagi banyak keluarga di,Nias, membiayai sekolah anak hingga jenjang SMA/SMK merupakan beban yang tidak ringan. SPP bukan hanya angka dalam kertas tagihan, ia sering kali menjadi penghalang cita-cita sekaligus sumber kegelisahan bagi orangtua maupun siswa.

Fakta lapangan memperkuat urgensi itu. Data akhir 2024 di Kabupaten Nias menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan penduduk hanya sampai pada tingkat sekolah dasar. Bukan karena mereka tidak ingin belajar lebih tinggi, tetapi karena rangkaian hambatan struktural yang terus mengekang. Infrastruktur jalan yang belum layak, sarana pendidikan yang minim, kompetensi guru yang perlu diperkuat, serta kemiskinan yang belum teratasi menjadi benang kusut yang menyuburkan angka putus sekolah.

Coffee banner ads with 3d illustratin latte and woodcut style decorations on kraft paper background

Dalam konteks inilah program sekolah gratis mengambil peran strategis. Jika desainnya tepat dan pelaksanaannya konsisten, PUBG berpotensi memutus mata rantai ketertinggalan pendidikan yang bertahun-tahun membayangi kawasan ini. Kebijakan yang memulai intervensi dari wilayah paling tertantang secara geografis merupakan langkah yang patut diapresiasi. Kebijakan ini sebagai langkah visioner, karena pemerintah tidak lagi mengurusi yang dekat terlebih dahulu, melainkan yang paling membutuhkan.

Selain menghapus biaya SPP, program ini membawa perbaikan yang lebih fundamental, membuka jalan bagi keadilan sosial dalam pendidikan. Tidak boleh lagi ada anak Kepulauan Nias yang berhenti sekolah hanya karena orangtuanya tidak mampu. Tidak boleh lagi ada anak-anak yang berkecil hati karena pendidikan dianggap “barang mahal”. Program ini, jika dikawal dengan baik, akan mengubah wajah masa depan lebih dari 41 ribu pelajar Nias.

Namun, euforia saja tidak cukup. Saya mengajak semua pihak “mengawal” kebijakan ini. Tanpa pengawasan publik, transparansi anggaran, dan komitmen mutu, sekolah gratis bisa berakhir sebatas seremoni. Pemerintah sudah menyiapkan roadmap zona pendidikan gratis mulai dari Nias (2026), Pantai Barat (2027), Dataran Tinggi (2028), hingga Pantai Timur (2029). Skema ini membutuhkan konsistensi politik dan teknis agar tidak berhenti di tengah jalan.

Pada akhirnya, pendidikan bukan semata program pemerintah, ia adalah investasi moral untuk masa depan. Nias tidak hanya butuh gedung sekolah atau pembebasan SPP, tetapi juga butuh akses yang lebih mudah, guru yang berkualitas, serta ekosistem belajar yang sehat. Program gratis ini hanya langkah awal, meski sangat penting, untuk mengangkat martabat generasi pulau terluar tersebut.

Pendidikan membawa harapan, dan harapan itu kini sedang tumbuh di Nias. Tinggal bagaimana kita bersama-sama menjaganya agar harapan itu tidak sekadar jadi wacana, tetapi benar-benar menjadi jalan terang bagi masa depan anak-anak Nias. Program ini wajib sukses, bukan demi pemerintah, tetapi demi masa depan sebuah generasi yang selama ini menunggu kesempatan. (Red/*)

Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini