spot_img
BerandaSuara Anak NegeriKesawan, Ruang Hijau Sosial Anak Medan yang Membumikan Tradisi

Kesawan, Ruang Hijau Sosial Anak Medan yang Membumikan Tradisi

Kopi Times | Medan :

Siapa bilang ruang hijau hanya soal taman dan pohon rindang? Di tengah jantung kota tua Medan, tepatnya di Jalan Kumango, kawasan heritage Kesawan, lahir sebuah bentuk baru dari ruang hijau, bukan fisik, tapi ruang sosial yang hidup, sehat, dan penuh interaksi antarwarga kota. Sabtu malam (2/8), kawasan ini mendadak jadi tongkrongan favorit anak muda Medan lewat kegiatan Car Free Night (CFN) yang dikolaborasikan dengan Bazar UMKM Kota Medan.

Tak ada kendaraan bermotor, tak ada polusi, tak ada deru mesin yang bising. Yang ada hanyalah tawa pengunjung, alunan musik akustik jalanan, aroma kuliner lokal yang menggoda, serta dialog hangat antar generasi. CFN Kesawan bukan hanya sekadar acara mingguan ia telah menjelma menjadi ruang hijau sosial, tempat anak muda, keluarga, pelaku,UMKM, dan komunitas budaya saling bertemu dan terhubung dalam suasana terbuka dan bebas tekanan.

Salah satu yang paling mencuri perhatian malam itu adalah Stan Bolu Kamboja Barkah, penjaga cita rasa tradisional Melayu Deli. Barkah, generasi keempat pelaku usaha keluarga ini, menyajikan bolu kamboja dan bika ubi yang dibuat tanpa bahan pengawet, pemanis buatan, atau pewarna sintetis. Produk lokal yang bukan hanya menggoyang lidah, tapi juga mewariskan nilai sejarah, budaya, dan gaya hidup berkelanjutan.

Coffee banner ads with 3d illustratin latte and woodcut style decorations on kraft paper background

“Kalau kita bicara soal keberlanjutan kota, jangan cuma pikir soal infrastruktur. Kuliner tradisional seperti ini juga bagian dari ‘ekosistem kota’ yang perlu dijaga,” ujar Barkah yang malam itu tampak antusias berdialog dengan pengunjung muda. Dalam suasana yang santai, banyak pengunjung yang bukan hanya membeli, tapi juga bertanya soal resep, sejarah kue, hingga proses produksinya yang tetap mempertahankan cara-cara tradisional.

CFN Kesawan memberi ruang pada pertemuan yang jujur dan tulus. Anak muda Medan tak hanya datang untuk “nongkrong,” tapi untuk mengalami langsung keberagaman kuliner, seni, dan budaya kotanya. Dengan jalanan yang ditutup dari lalu lintas kendaraan, orang-orang bebas berjalan kaki, menikmati setiap stan, ikut menari dengan pengamen jalanan, bahkan duduk lesehan sambil ngobrol santai. Inilah wajah kota yang sehat: ruang publik yang hidup, inklusif, dan menyatukan.

Lebih dari sekadar kegiatan ekonomi, Bazar UMKM ini menjadi panggung interaksi lintas usia dan latar belakang. Dari penjual kopi lokal, perajin dari komunitas kreatif, hingga stan makanan dari berbagai etnis seperti Padang, Karo, Jawa, dan Tionghoa, semuanya berkumpul tanpa sekat. “Aku merasa kayak jalan-jalan di kota kecil yang ramah,” kata Reza, mahasiswa pecinta lingkungan yang rutin hadir tiap Sabtu malam.

Sebagai anak muda Medan yang peduli pada lingkungan sosial kota, saya melihat CFN Kesawan sebagai model ruang hijau versi urban. Di sinilah nilai-nilai ramah lingkungan dikembangkan lewat kebiasaan berjalan kaki, makan lokal, interaksi langsung, dan penghargaan pada tradisi. Ini bentuk pelestarian kota yang membumi, sederhana, tapi berdampak.

Kesawan juga mengajarkan bahwa ruang kota tak harus selalu dibangun dengan beton dan kaca. Cukup hadirkan suasana yang memungkinkan warga saling menyapa, produk lokal bisa tampil, dan sejarah bisa diceritakan kembali. CFN seperti ini memperkuat identitas kota bukan dengan bangunan baru, tapi dengan menghidupkan ulang denyut sosial yang sudah lama ada.

Dinas Koperasi, UKM, dan Perindustrian Kota Medan patut diapresiasi atas inisiatif ini. Dengan memfasilitasi pelaku UMKM dan membuka ruang publik yang sehat, mereka secara tak langsung mendukung lahirnya budaya kota yang berkelanjutan. Harapannya, kegiatan seperti ini bisa menjadi reguler, bahkan berkembang ke kawasan kota lain.

Dan untuk anak-anak muda Medan, mari lihat Kesawan bukan sekadar “lokasi tua,” tapi sebagai laboratorium hidup di mana kita bisa belajar mencintai kota dari hal-hal kecil, dari bolu kamboja, tawa pengunjung, hingga lampu jalan yang temaram.

Karena sejatinya, ruang hijau sosial adalah tempat di mana manusia, budaya, dan kota saling menyapa, dan Kesawan sedang memberi teladan itu untuk Medan dan dunia. (Hery Buha Manalu)

Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini