Oleh : Erni Kristina Hutauruk, S.Th
Editor : Hery Buha Manalu
1. Pengertian
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Berarti harmoni yang mewujudkan keindahan dalam keberagaman hidup
Agama berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya indah dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas, nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan. Agama hadir mewujudkan keindahan dalam keberagaman hidup
Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia meng’utuh’kan hubungannya yang indah dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungan antar sesamanya (horizontal).
Teologi merupakan ilmu yang mempelajari segala sesuatu berkaitan dengan keyakinan beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Para teolog mewujudkan keindahan dalam keberagaman hidup, berupaya menggunakan analisis dan argument-argumen rasional untuk mendiskusikan, menafsirkan, dan mengajar dalam salah satu bidang dari topik-topik agama. Membuat kehidupan utuh dan indah pada Allah.
Teologi juga digunakan para teolog untuk memahami tradisi keagamaanya sendiri atau pun tradisi keagamaan lainnya. Menurut Loren Bagus teologi yaitu merupakan bagian metafisika yang menyelidiki sesuatu yang eksisten menurut aspek dari prinsipnya yang terakhir suatu prinsip yang luput dari persepsi indrawi.Â
II. Kebudayaan
Secara sederhana, sinkronisasi yang untuk mewujudkan keindahan dalam keberagaman, kebudayaan merupakan hasil cipta serta akal budi manusia untuk memperbaiki, mempermudah, serta meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Atau, kebudayaan adalah keseluruhan kemampuan (pikiran, kata, dan tindakan) manusia yang digunakan untuk memahami serta berinteraksi dengan lingkungan dan sesuai situasi dan kondisinya.Â
Budaya menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Budaya adalah keselarahan berpikir dan seni indah, budaya adalah pemikiran, perilaku, kebendaan, dan sistem nilai yang memiliki karakteristik tertentu, seperti keyakinan dan kepercayaan yang berbeda-beda, terbuka, egaliter, tidak merasa paling tinggi satu sama lain, sopan-santun, tata krama, toleransi, dan alin sebagainya. Oleh karena itu, Budaya mencakup berbagai aspek kehidupan manusia dan seluruh ciptaan.
Pengertian tentang kebudayaan memiliki banyak hal, menurut pemikiran Vanhoozer, Anderson, dan Sleasman, pengertian kebudayaan yaitu sebagai berikut: Pertama, usaha roh manusia untuk mengekspresikan diri dengan cara mewujudkan kepercayaan dan nilai-nilai dalam bentuk nyata dalam kebebasannya. Kedua, Kebudayaan adalah ekspresi manusia dalam dan atas alam ini, yaitu dengan meninggalkan jejak-jejak yang bermakna. Misalnya prasasti, tugu atau monumen peringatan, Gedung, film, dan mode. Hal ini bisa dijelaskan dengan melihat ada suatu makna dan pesan yang ingin disampaikan dari manusia kepada manusia lainnya. Kebudayaan tidak luput dari keindahan hidup.
Kebudayaan adalah kumpulan tindakan bermakna dari suatu individu, kelompok atau masyarakat; dengan demikian kebudayaan tidak mungkin bisa lepas dari manusia dan permasalahannya, misalnya fashion atau cara berpakaian, cara memberikan salam, cara menyambut seorang tamu, dan lain sebagainya. Area ini juga mencakup pada nilai seni, filsafat, dan lain sebagainya. Ada keteraturan dan keindahan hidup.
Kebudayaan adalah sistem yang diekspresikan dalam bentuk obyektif, dan hal-hal yang diterima oleh masyarakat sebagai nilai-nilai yang mengarahkan dan menopang kebebasan manusia, misalnya: mitos, dongeng, legenda, cerita rakyat, dan lain sebagainya. Contohnya: tidak boleh duduk di atas bantal, nanti akan bisulan; tidak boleh makan serut kelapa, nanti cacingan kayak serut kelapa; seorang laki-laki jika makan harus yang bersih, nanti istrinya berewokan, dan lain sebagainya.Â
Dengan demikian bisa mengambil suatu kesimpulan tentang sebuah definisi atau pe- ngertian tentang apa itu kebudayaan adalah sebuah sistem ide yang membangun ilmu penge- tahuan (science), filosofi, ekonomi, politik, teologi, sejarah, dan termasuk segala bentuk ajaran-ajaran, pendidikan sekolah, keluarga, kepercayaan/agama, pemerintahan, kebiasaan – kebiasaan, permainan, olah raga, hiburan, musik, literatur dan makanan.
III. Agama & Budaya sebagai Keindahan dalam Keberagaman Hidup
Agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Jadi ada pluralisme budaya berdasarkan kriteria agama. Sebagai akses relasi sosial keagamaan. Dalam hal ini tampak bahwa ada pemanfaatan budaya untuk kepentingan keagamaan.Â
Kebudayaan berasal dari Allah dijalankan sesuai tata nilai dari Allah dan harus kembali kepada Allah, itulah esensi iman Kristen. Budaya tidak dapat dipisahkan dari keberadaan Allah, baik asal mulanya, prosesnya hingga kepada tujuan akhirnya. Walau demikian, kebudayaan tidak terlepas dari pergumulan tertua manusia, yaitu dosa. Keberadaan dosa juga mengambil andil dalam perkembangan kebudayaan manusia ke berbagai bidang, sehingga ada yang melecehkan dan mengganggap bahwa Allah bukanlah yang tertinggi dan harus dimuliakan, bahkan menolak keberadaan Allah.Â
Ajaran iman Kristen memaparkan konsep penebusan yang akhirnya memampukan kebudayaan itu mengakui keberadaan Allah sebagai Pribadi yang tertinggi, dan menyatakan kemuliaan-Nya. Hal ini mengungkapkan berbagai pergumulan orang Kristen dalam menyikapi keberadaan maupun perkembangan kebudayaan manusia dari sudut pandang iman Kristen, dan mengembalikannya pada posisi maupun tujuan awal Allah bagi manusia.
Ada juga asumsi-asumsi yang kurang bisa dipertanggungjawabkan dalam pemahaman antara pengertian iman Kristen dan kebudayaan; baik itu dari pihak orang yang non-Kristen maupun (khususnya) orang Kristen sendiri. Ada yang beranggapan bahwa ketika seseorang menjadi Kristen, maka semua bentuk, ekspresi dan sistem dalam kebudayaan sebelumnya itu harus dibuang, dan sama sekali tidak diperbolehkan untuk dikenakan kembali.Â
Muncul anggapan bahwa itu adalah bentuk berhala dan ditunggangi oleh kuasa-kuasa kegelapan yang ada dalam konsep kepercayaan lamanya. Akibat dari tindakan- tindakan yang dilakukan oleh kelompok ini, maka muncullah anggapan bahwa kekristenan itu merusak, menghancurkan dan tidak menghargai kebudayaan setempat.Â
Namun ada juga kelompok yang lainnya, mengajarkan bahwa kebudayaan apapun bisa dipergunakan sebagai titik kontak dan pijakan untuk masuk serta membangun kekristenan, tidak perlu dibuang dan bisa terus dikenakan, sekalipun dalam ritual kekristenan. Ini memunculkan suatu bentuk sinkritisme yang begitu kental, karena berdiri di balik dalih untuk melestarikan kebudayaan lokal.Â
Kenyataannya banyak terjadi kerancuan pemahaman di antara orang Kristen itu sendiri, yaitu tentang bagaimana sebaiknya menyikapi suatu perkembangan kebudayaan pada masa-masa sekarang ini. Misalnya: mengenakan pakaian adat, menggenakan atribut-atribut budaya suku tertentu, membeli patung atau lukisan dari daerah tertentu, merayakan hari-hari besar tertentu.Â
Sementara, orang-orang yang sama mengajarkan itu menerima dan memasukkan budaya lainnya ke dalam gereja, misalnya masuknya musik-musik rock, dangdut, model konser musik-musik, melakukan metode-metode yang sebenarnya sama sekali tidak diajarkan oleh Alkitab. Â
Kebudayaan-kebudayaan yang baik dan yang agung dalam gereja digeser, bahkan dibuang, tetapi budaya-budaya yang sebenarnya tidak ada dasar kebenarannya dalam Kitab Suci justru yang dimasukkan ke dalam gereja. Terjadi kerancuan dan kesalah-kaprahan di antara orang Kristen itu sendiri, dan tidak jarang membuat binggung umat. Dalam penelitian Sukayasa menunjukkan adanya aspek kebudayaan yang digunakan dalam gereja dan hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Alkitab.Â
Pada sisi berbeda, budaya juga digunakan sebagai pendekatan kontekstualisasi Injil. Contohnya Nomensen mempelajari Bahasa dan budaya Batak untuk mengadakan pendekatan dalam pemberitaan Injil Kristus. Banyak pandangan atau asumsi baik negatif maupun positif dari perspektif orang Kristen terhadap kebudayaan. Namun yang terpenting adalah, sejauh budaya itu tidak bertentangan dengan iman Kristen, maka budaya itu dapat dipakai atau diteruskan bahkan dipadu dalam penyembahan kepada Tuhan. Sebagai akses relasi sosial keagamaan. Dalam hal ini tampak bahwa ada pemanfaatan budaya untuk kepentingan keagamaan.
IV. Perspektif Alkitab
Cukup banyak orang yang beranggapan bahwa kebudayaan adalah yang paling awal, paling kuno, paling tua. Sebagai orang Kristen melihatnya harus selalu berpijak dari apa yang dia- jarkan oleh Kitab Suci, yaitu kebudayaan manusia mulai terbentuk sejak Penciptaan.Â
Penciptaan dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa disamakan, sebab penciptaan adalah apa yang Allah karyakan sedangkan kebudayaan apa yang manusia karyakan. Kejadian 1:28; 2:15, membuktikan cikal bakal kebudayaan adalah terciptanya manusia, dengan demikian dimana ada manusia disitu ada kebudayaan. Â
Namun demikian harus dapat membedakan antara Penciptaan dengan Kebudayaan. Perbedaan yang paling signifkan adalah Penciptaan adalah karya yang berawal serta bersumber dari Pribadi Allah, sedangkan kebudayaan adalah bagian dari ekspresi dan karya manusia. Kebudayaan bertujuan mewujudkan keindahan dalam keberagaman hidup.
Ini berarti bahwaKitab Suci atau Alkitab itu melampaui dari segala bentuk atau macam kebudayaan manapun sebab Alkitab memberikan data bagaimana segala sesuatu itu berawal. Implikasi yang kedua, adalah memberikan fakta bahwa segala sesuatu harus mengacu, berdasar dan diuji dengan standart Alkitab, bukan yang lain.
Satu-satunya ciptaan Allah yang dicipta serupa dan segambar dengan Allah hanyalah manusia, sehingga manusia memiliki konsekuensi yaitu antara lain: Pertama, aspek Rohani, yang mana dalam diri manusia akan mengenali suatu wilayah agama atau kepercayaan.Â
Melalui natur ini manusia dapat mengenali sifat-sifat atau hal-hal yang supra-natural. Kedua, aspek Etika-Moralitas, ini akan membawa manusia memiliki pengertian yang ada di dalam wilayah kebudayaan atau adat istiadat. Dimana ada manusia di situ dapat dipastikan akan ada kebudayaan atau adat istiadat yang berlaku, keunikan inilah yang seharusnya memberikan kesadaran kepada setiap manusia agar senantiasa paham bagaimana seharusnya mereka bersikap, bertutur serta bersantun.Â
Ketiga, aspek Hukum, yaitu bagian manusia untuk mencari serta menemukan persoalan keadilan dalam prilakunya. Dengan demikian setiap manusia selalu ada tuntutan pertanggungjawaban, tidak boleh asal-asalan, sembrono dan sembarangan dalam berprilaku, namun selalu memikirkan serta mempertimbangkan konsekuensi -konsekuensi yang diakibatkan. Ini adalah bentuk konsekuensi logis dari sifat keadilan Allah yang telah ditanamkan di dalam hati setiap manusia. Penegakan keadilan juga mewujudkan keindahan dalam keberagaman hidup.
Keempat, aspek Rasio, yang mana ini mengenal apa itu pendidikan dan pengembangan diri. Kecenderungan untuk selalu melakukan aktivitas rasionalisasi dan akan ada usaha untuk melakukan pencarian yang dirasakan lebih baik daripada semula. Pendidikan yang mewujudkan keindahan dalam keberagaman hidup.
Alkitab mengajarkan bahwa Allah menempatkan manusia dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu, selain ada perintah untuk pergi dan memenuhi bumi ini. Maka dapat dipahami bahwa berkebudayaan itu adalah suatu perintah atau mandat agar manusia dapat memenuhi, mentaklukan, mengkuasai, mengerjakan, mengusahakan dan memelihara seluruh ciptaan Allah. Namun demikian, faktanya yang terjadi adalah manusia justru yang takluk dan dikuasai oleh kebudayaan-kebudayaan tertentu.Â
Manusia bahkan menyembah kebudayaan, manusia lebih taat dan takut pada apa yang menjadi produk kebudayaan daripada larangan ataupun perintah Allah sendiri. Manusia mengagungkan kebudayaannya dan menempatkan adat istiadatnya lebih utama dari aturan yang Tuhan revelasikan melalui Kitab Suci. Tidak sedikit manusia dengan tingkat kebudayaannya yang dirasakan lebih tinggi dari lainnya, justru menolak keberadaan Tuhan; seluruh bentuk pencapaiannya dipergunakan untuk melawan Tuhan. Tugas mewujudkan keindahan dalam keberagaman hidup.
Dalam bahasa Inggris ‘culture’, lalu ada bentuk lain ‘cult’, ‘cultic’ bercampur secara bersamaan sehingga menjadi suatu agama.  Jika sumber kebudayaan adalah hidup manusia itu yang sebagai anugerah Allah, maka tujuan akhir, makna dan nilai yang seharusnya dicapai oleh manusia yaitu memuliakan Allah.Â
V. Kesimpulan
Agama dan Budaya saling berhubungan atau berkaitan antara satu dengan yang lain. Agama, khususnya Agama Kristen tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan. Bahkan sebelum Kekristenan ada, kebudayaan sudah ada. Kebudayaan dan agama (Kekristenan) saling mendukung dalam pelaksanaannya. Namun ada beberapa kebudayaan/ adat-adat tertentu yang harus diterangi oleh Injil Kristus. Namun kebudayaan/ tradisi umumnya bisa dipakai dalam setiap kehidupan orang Kristen bahkan ada yang dapat dipakai dalam ibadah-ibadah.Â
Iman Kristen merupakan kepercayaan kita terhadap Kristus sang penyelamat. Kebudayaan merupakan adat atau kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan secara turun temurun yang mempengaruhi perilaku orang yang memiliki kebudayaan itu sendiri. Dalam Agama mengandung nilai-nilai budaya, sebaliknya dalam Budaya mengandung nilai-nilai Agama. Agama dan budaya adalah suatu keindahan dalam keberagaman hidup umat percaya.
Sejauh budaya itu tidak bertentangan dengan iman Kristen, maka budaya itu dapat dipakai atau diteruskan bahkan dipadu dalam penyembahan kepada Tuhan. Namun tidak semua budaya-budaya yang ada dalam kehidupan manusia dapat diterima bulat-bulat menurut pandangan Kekristenan, Ada juga adat atau tradisi yang harus diterangi oleh Injil Kristus. Penulis mandang Agama dan Budaya adalah saling melengkapi dan mewujudkan keindahan dalam keberagaman hidup.
Topik bahasan ini sangatlah besar dan memiliki area yang sangat luas, serta tidak mungkin bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat ini. Ini bukan sekedar berbicara tentang bagaimana relasi antara Kristus dan kebudayaan saja. Namun dilain kesempatan kita akan dapat membahas lebih dalam lagi mengenai Agama dengan kebudayaan. (Red/***)
Penulis, Erni Kristina Hutauruk, S.Th : adalah mahasiswa Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Teologia (STT) Paulus Medan, dan saat ini melayani di GKPI di Medan. Tulisan ini adalah hasil Diskusi Kelas Mata Kuliah Teologi dan Budaya yang diampu Dr. Hery Buha Manalu., S. Sos,. M.Mis (Dosen Pengampu) Mata Kuliah Teologi dan Budaya, serta PAK Berbasis Budaya Program Pasca Sarjana (PPS) STT Paulus Medan.Â