spot_img
BerandaOpiniBagi Korporasi Perusak Lingkungan Katakan Mardomu Di Tano na Rara

Bagi Korporasi Perusak Lingkungan Katakan Mardomu Di Tano na Rara

Oleh : Hery Buha Manalu

Bencana banjir, longsor, dan rusaknya ekosistem di Tapanuli Raya bukan semata peristiwa alam. Ia adalah akibat langsung dari kejahatan ekologis yang dilakukan secara sadar dan berulang. Yang lebih menyakitkan, kejahatan ini kerap disikapi
Ada ungkapan Batak, Mardomu di tano na rara, diam, dan ini bisa ditujukan pada para penjahat lingkungan, menjaga jarak, dan seolah saling melindungi demi harmoni sosial semu, sekali lagi semu.

Dalam budaya Batak Toba, mardomu di tano rara bagi para penjahat lingkungan, sejatinya adalah jeda untuk menjaga martabat dan mencegah konflik terbuka. Namun ketika diterapkan pada perusakan lingkungan, ketegasan sikap yang kehilangan kebijaksanaannya. Diam tidak lagi netral. Ia berubah menjadi pembenaran. Kejahatan ekologis bukan konflik personal, melainkan pelanggaran terhadap kehidupan bersama dan masa depan generasi.

Di sinilah seruan HKBP menjadi penting dan profetis, gereja tidak menerima bantuan dari individu atau korporasi perusak lingkungan. Bantuan yang lahir dari perusakan alam tidak dapat ditebus dengan donasi. Menerimanya berarti menormalisasi dosa ekologis dan mereduksi Injil menjadi sekadar simbol moral tanpa keberanian etis.

Coffee banner ads with 3d illustratin latte and woodcut style decorations on kraft paper background

Pengampunan Kristen tidak pernah terpisah dari pertobatan dan pemulihan. Tidak ada damai tanpa pengakuan salah. Tidak ada rekonsiliasi tanpa perubahan nyata. Maka pengampunan yang diberikan tanpa tanggung jawab adalah pengampunan murahan, yang justru melukai korban dan alam itu sendiri.

Nilai-nilai Batak seperti marsiadapari dan Dalihan Na Tolu menuntut tanggung jawab dan keseimbangan relasi. Merusak alam lalu membeli penerimaan sosial melalui bantuan adalah pelanggaran etika budaya. Gereja, dengan menolak dana kotor secara ekologis, sedang memulihkan martabat budaya dan iman sekaligus.

Pertanyaannya kini tegas, sampai kapan hal ini dipertahankan ketika tano Batak terus digerus dan runtuh? Gereja dipanggil bukan untuk berdamai dengan kejahatan, melainkan untuk memutuskannya demi kehidupan, demi iman, dan demi masa depan Tapanuli. Mardomu di tano rara bagi para perusak alam tano Batak. (Red/*)

Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini