Foto Ilustrasi : Int |
Editor : Hery B Manalu
By : Bachtiar Sitanggang
Kopi-times.com-Di beberapa Grup WhatssAp (GWA) beredar Undangan Rapat untuk menindaklanjuti progress rencana pembentukan Provinsi Danau Toba, di gedung Nusantra III DPD RI Ruang Rapat Lt 8 Jumat, 26 April, oleh Komite Pembentukan Provinsi Danau Toba dengan Ketua Umum Edison Manurung SH MM, Ketua Harian Jansen Sinamo, Sekretaris Drs. Tonny Rons Hasibuan SH MM.
Ada juga mem-posting Akte Pendirian Perkumpulan Komite Provinsi Danau Toba (KPD) No. 4 tanggal 28 Agustus 2018 oleh Notaris Albert Richi Aruan SH LLM, MKn. Salah satu kegiatan (idiil) KPD adalah Menampung Aspirasi Masyarakat Kawasan Danau Toba dalam rangka pemekaran provinsi Sumatera Utara menjadi Provinsi Danau Toba.
Rencana pembentukan Prov. Danau Toba (PDT) ini setahun lalu dimulai dibicarakan masyarakat, tapi ditanggapi skeptis karena dianggap janji-janji politisi menjelang Pemilu, nyatanya tidak demikian, hasil Pemilu belum diumumkan KPU, penggagas pembentukan PDT tetap berlanjut dengan undangan rapat di atas.
Menjelang Rapat itu, mulai muncul pertanyaan, bagaimana dengan usul yang hampir rampung dengan rencana pembentukan Provinsi Tapanuli? Sebab tahun 2009 usul itu sudah memenuhi persyaratan, tinggal Rekomendasi DPRD Sumatera Utara sehingga belum disahkan DPR bersama Pemerintah.
Rekomendasi itulah yang diminta sampai demonstrasi yang berakibat wafatnya Ketua DPRD Abdul Aziz Angkat, menghantarkan beberapa orang ke proses hukum yang diduga bertanggung jawab atas kejadian itu. Proses pembahasan Pro Tap-pun terhenti, menyusul moratorium pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) oleh Pemerintah.
Alasan moratorium jelas, sebab DOB ternyata memakan biaya besar dimana 80 % anggaran dari pemerintah pusat, 70 % adalah untuk pembiayaan rutin sehingga amat sedikit untuk pembangunan. Dan untuk pembentukan DOB Kabupaten/Kota memakan biaya Rp. 300 milyar untuk aparat dan kelengkapannya dan saat ini ada usulan 314.
Oleh karenanya, Sekjen PDIP berangggapan daripada membentuk DOB lebih baik konsolidasi daerah, evaluasi dan perbaikan pelaksanaan otonomi daerah. Karena titik pembangunan berada di Desa, maka lebih baik dana itu ke Desa daripada pembentukan DOB.
Kemungkinan besar “kran” usulan DOB masih menunggu waktu, tetapi apakah tergantung kebijakan Presiden terpilih serta kemampuan KPD ke DPD dan DPR. Namun demikian, harus diapressiasi gagasan pembentukan Prov. DT.
Barangkali kepada masyarakat perlu dijelaskan seberapa luas cakupan rencana wilayah Prov. Danau Toba ini? Kalau Provinsi Tapanuli beberapa waktu lalu direncanakan 6 Dati II yaitu Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Sibolga, Humbang Hasundutan Toba Samosir dan Samosir.
Prov. DT sebagaimana Akta Notaris di atas menyebutkan Kawasan Danau Toba, danau itu dikelilingi 7 Kabupaten, yaitu Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Tobasa, Dairi, Karo dan Simalungun serta Samosir di tengahnya.
Perlu diketahui bahwa Sumatera Utara dulu terdiri dari tiga Karesidenan: Sumatera Timur, Aceh (menjadi Prov. Nanggroe Aceh Darussalam) dan Tapanuli. Karesidenan Tapanuli tiga Kabupaten, Tapanuli Utara, Tengah dan Selatan. Tapanuli Utara mekar munculnya Dairi, kemudian Tobasa, Humbang Hasundutan dan Samosir, dari Dairi muncul Pakpak Bharat.
Simalungun dan Karo dulu masuk Karesidenan Sumatera Timur, apakah mungkin kasuk dalam rencana Prov. DT mungkinkah perlu sinkronisasi dari awal sehingga tidak menimbulkan pertanyaan. Harus disadari seberapa kuat Danau Toba sebagai perekat dan tali pengikat jadi satu provinsi, mungkin termasuk yang akan dibahas dalam rapat tersebut.
Belajar dari sejarah, mana lebih realistis Provinsi Tapanuli, dengan ikatan sejarah-premordialnya yaitu Karesidenan Tapanuli, dengan asumsi dalam perkembangannya Tapanuli Selatan dan Nias akan berdiri sendiri.
Sehingga Sumatera Utara sekarang akan mekar menjadi 4 Provinsi yaitu Sumatera Utara (dengan basic-Karesidenan Sumatera Timur); Tapanuli, Nias dan eks Kabupaten Tapanuli Selatan. Dairi dan Pakpak Bharat ada baiknya bergabung ke induk yaitu Tapanuli, terlepas ibukotanya mungkin lebih dekat disbanding Medan, kembali ke sejarah akan memudahkan bagi generasi muda serta batas-batas kewilayahan mudah dikaitkan dengan hak ulayat dan masyarakat hukum adatnya sehingga tidak terlalu berat dan rumit.
Perlu dicermati apa yang dikemukakan Sekjen PDIP Hasto Kristianto, lebih baik konsolidasi daerah dengan mengevaluasi serta perbaikan pelaksanaan otonomi daripada membentuk DOB. Kenyataan di lapangan rajin membentuk DOB, tetapi kebutuhan masyarakat dan daerah pemekaran masih banyak belum terpenuhi, contoh Kabupaten Samosir puluhan tahun belum memiliki Pengadilan Negeri.
Tetapi harus disyukuri kemauan baik para penggagas tersebut berhasil atau tidaknya, perlu kesabaran, namanya saja usaha. Mungkin yang perlu diingat adalah, “unang sada so sada, dua so dua. Sada pe so dapot luhutna angka lua”, kira-kira satu saja tidak dapat, bahkan semua terbang. Jangan sampai kejadian di Gedung DPRD Sumatera Utara Medan.***
Sumber : Pelita Batak
Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta.