Foto : Ist
Oleh : Thompson Hs
Kopi Times – Semestinya, sejak beberapa waktu lalu dimulai penggalian. Namun, selalu ada yang harus dipersiapkan. Sematang apa pun persiapan, kadang lapangan punya kerumitan tersendiri.
Persis ibarat birokrasi kita yang kadang serupa labirin. Ke sana di suruh, eh, ke sini. Tetapi, ya, di sanalah seninya karena perjalanan yang baik adalah perjalanan yang tak selalu mulus. Sebaliknya, perjalanan yang buruk adalah perjalanan yang selalu mulus.
Hari ini, kami pergi berpencar. Informasi dihimpun dari sawah ke sawah, dari pematang ke pematang, dari ladang ke ladang, dan sebagainya dan sebagainya. Tidak ada informasi yang pasti akurat, tentu saja. Karena itu, sumber informasi mesti diperbanyak untuk kemudian dievaluasi dan dianalisis. Apa analisis bisa salah? Itu soal lain.
Sebagaimana diketahui, tujuan dari penelitian ini adalah mencari yang barangkali merupakan jejak kedinastian SM Raja, khususnya dari I-IX. Apakah akan didapatkan? Itu harapan kita. Namun, di luar itu, harapan yang justru jauh lebih penting adalah harapan mengangkat serta mengidentifikasi potensi sumber daya alam, sumber daya budaya, juga sumber daya manusia di Bakara.
Karena itulah mengapa sebelum penggalian ini kami berpencar mencari informasi. Kami ingin menghimpun data sebanyak banyaknya. Ada saja informasi baru. Ada informasi yang sifatnya tambahan. Bahkan, ada informasi yang sama sekali masih asing di kepala saya. Intinya, setiap orang adalah sumber informasi karena itu setiap orang berarti sumber pengetahuan.
Mungkin kamu bertanya: untuk apa informasi ini? Informasi ini akan menjadi modal awal untuk menyempitkan lapangan yang luas, untuk memetakan tempat potensial untuk digali di tahun berikutnya. Baiklah, pada catatan ini, saya hanya ingin menceritakan informasi yang tak kalah menarik dan menurut saya justru sangat penting.
Bakara itu anugerah. Ada banyak peninggalan bersejarah. Ada banyak situs budaya. Itu adalah warisan yang mesti dijaga, dilestarikan, dan tentu saja dipelajari. Intinya, itu bagian dari masa lalu. Sekarang, mari kita bahas tentang potensi sebagai bagian dari masa depan. Yang pertama memang, hasil dari penggalian ini akan menjadi referensi untuk masa depan.
Namun, yang sangat menarik adalah Bakara sebagai anugerah berkat potensi budaya, terutama alamnya. Tanahnya subur. Apa pun ditanam relatif tumbuh. Bahkan, tanah itu seperti tak lelah. Sekali setahun panen sebanyak tiga kali. Panen pertama, padi. Panen kedua, bawang. Panen ketiga, cabai.
Tanah Bakara tak berhenti menumbuhkan tanaman kehidupan. Berjenis tanaman ada di sana. Ada kangkung. Ada sayuran. Ada cabai. Ada padi. Ada bawang. Mau buah? Ada mangga. Ada durian. Masih banyak untuk disebut. Tak pelak lagi, Bakara sudah ibarat kebun atau katakanlah taman. Airnya selalu membawa endapan lumpur untuk menyuburkan tanah.
Sayang, kini, di persawahan mulai banyak rumah. Tren permukiman sudah mulai menggusur sawah. Bahkan, permakaman pun sudah mulai ramai di sawah. Jika tren ini terus meningkat, berbagai mata air yang menyuburkan tanah seakan tak bermanfaat lagi. Sebab, untuk apa tanah yang subur jika sebatas permukiman, bahkan permakaman?
Dalam hati saya merenung. Jika SM Raja XII berjuang melawan Belanda karena tanah, barangkali dalam bahasa modern, kita justru sedang menjajah tanah kita. Tanah subur diubah dan digusur untuk permukiman, untuk permakaman. Lalu, di mana semangat SM Raja itu bagi kita jika kita justru menggusur potensi itu dari tanah tanah subur kita?
Entahlah. Dalam keliling mencari jejak SM Raja itu, saya memaknai perjalanan seradikal itu. Mungkin saya keliru. Mungkin juga tidak. Lalu, menurutmu bagaimana? (***)
Editor : Hery B Manalu