spot_img
BerandaEkonomi/BisnisCinta Rupiah, Mengapa Kita Masih Meremehkan Lembaran yang Menjaga Stabilitas Negara?

Cinta Rupiah, Mengapa Kita Masih Meremehkan Lembaran yang Menjaga Stabilitas Negara?

Kopi Times | Medan :

Cinta Rupiah kembali memberi penguatan pada Bincang Bincang Media (BBM) Bank Indonesia (BI) perwikilan Sumatera Utara (Sumut) pada Jumat, 5/6/2025. Reza dari Kantor Perwakilan BI Sumut Medan menyampaikan tengah derasnya arus transaksi digital dan maraknya peredaran valuta asing, BI menghadapi tantangan lama yang datang dalam wajah baru, bagaimana memastikan Rupiah tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Mandat BI jelas, menjaga kestabilan nilai Rupiah. Tetapi stabilitas tidak semata urusan pasar dan intervensi moneter. Ia juga soal kepercayaan, kebiasaan, dan cara publik memperlakukan mata uangnya.

Dari situlah kampanye nasional “Cinta, Bangga, Paham Rupiah” digagas. Di atas kertas, kampanye ini tampak seperti jargon komunikasi publik. Namun jika ditelusuri lebih dalam, ia merupakan strategi sistematis untuk membangun loyalty habit masyarakat terhadap Rupiah, sebuah upaya agar Rupiah tidak hanya dipakai, tetapi juga dipahami, dijaga, dan dihargai.

Coffee banner ads with 3d illustratin latte and woodcut style decorations on kraft paper background

Mari bicara soal fakta lapangan, Rupiah masih sering disobek saat terburu-buru, dicoret sebagai catatan, dilipat-lipat hingga nyaris patah, bahkan dibiarkan kusut di dasar kantong. Setiap hari BI menerima tumpukan uang tak layak edar, bukti kecil bahwa banyak orang belum benar-benar peduli pada fisik mata uangnya.

Di sinilah Cinta Rupiah bekerja. BI mendorong masyarakat mengenali ciri keaslian uang, sebuah benteng pertama melawan kejahatan uang palsu. Masyarakat diajak merawat Rupiah, bukan demi estetika, tetapi karena setiap lembar yang rusak berarti biaya cetak ulang yang tidak kecil. Dan yang paling penting: menjaga Rupiah dari peredaran uang palsu, termasuk tidak membiarkan barang itu berpindah tangan hanya karena “kasihan sudah terlanjur diterima.”

Cinta Rupiah, Mengenali, Merawat, Menjaga, tiga jari yang bisa jadi cermin seberapa serius publik memperlakukan uangnya sendiri.

Bangga Rupiah, Apa Kabar Martabat Mata Uang Nasional?

Pilar kedua mungkin yang paling politis dan paling ideologis, Bangga Rupiah. BI ingin mengembalikan kesadaran publik bahwa Rupiah bukan cuma alat bayar, tetapi simbol kedaulatan negara. Namun realitasnya, dalam beberapa dekade terakhir, mata uang asing,nterutama dolar,nsering mendapat tempat lebih istimewa di benak masyarakat. Tidak sedikit pedagang yang lebih senang menyebut harga dalam kurs dolar, atau pelaku usaha yang bangga menyimpan uang asing sebagai ukuran keberhasilan.

Padahal, kebiasaan itu secara perlahan menggerus posisi Rupiah. BI menegaskan bahwa Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia. Perilaku publik yang memuliakan mata uang asing justru melemahkan pondasi ekonomi nasional.

Melalui gerakan Bangga Rupiah, BI mendorong masyarakat kembali melihat Rupiah sebagai pemersatu bangsa, bahasa ekonomi yang sama dari Sabang sampai Merauke. Tidak ada bangsa yang kuat jika warganya sendiri meremehkan simbol negaranya.

Paham Rupiah, Pemahaman Ekonomi yang Kerap Dianggap Sepele

Jika dua pilar sebelumnya lebih bersifat emosional dan simbolik, maka Paham Rupiah adalah pilar rasional. BI ingin masyarakat lebih mengerti fungsi Rupiah dalam perekonomian, bagaimana ia berputar, bagaimana ia menjaga stabilitas, dan bagaimana keputusan belanja seseorang berkontribusi pada ketahanan ekonomi nasional.

Paham bertransaksi berarti mengerti perilaku pembayaran yang aman dan bijak, termasuk memahami risiko penipuan digital yang kini semakin canggih. Paham berbelanja mendorong masyarakat lebih kritis mengelola kebutuhan, menahan diri dari konsumsi impulsif, dan memastikan setiap Rupiah yang keluar punya alasan. Paham berhemat berarti kesadaran bahwa Rupiah punya nilai jangka panjang, yang bisa disimpan, dipupuk, dan memberi keamanan finansial.

Tiga prinsip ini, Bertransaksi, Berbelanja, Berhemat, menjadi landasan literasi ekonomi yang jarang diajarkan, tetapi sebenarnya sangat menentukan stabilitas ekonomi mikro maupun makro.

Mengapa Kampanye Ini Penting Sekarang?

Lanskap ekonomi berubah cepat. Pembayaran non-tunai meningkat pesat. Transaksi lintas negara semakin mudah. Pilihan mata uang digital makin beragam. Dalam kondisi ini, “kedekatan” masyarakat dengan Rupiah menjadi tantangan baru. BI sadar, Rupiah tidak boleh sekadar hadir di dompet, tetapi harus menancap di kesadaran publik.

Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah adalah upaya membangun literasi sekaligus loyalitas. Ketika masyarakat memahami nilai mata uangnya, mereka lebih peduli pada stabilitas harga. Ketika masyarakat bangga, mereka tidak akan sembarangan mengganti Rupiah dengan mata uang lain. Ketika masyarakat cinta Rupiah, mereka akan menjaga lembaran yang menjadi simbol negara.

Gerakan Cinta Rupiah ini bukan sekadar kampanye, ini adalah investasi jangka panjang untuk menjaga kedaulatan dan stabilitas ekonomi Indonesia. Rupiah kuat bukan hanya karena BI menjaganya, tetapi karena warganya berdiri di belakangnya. (Red/Hery Buha Manalu)

Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini