Kopi-times.com | Medan :
Rapat Dengar Pendapat (RDP)
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Utara mendesak Pemerintah Pusat untuk segera menyelesaikan persoalan hutan produksi dan pembangunan Bendungan Lau Simeme.
RDP yang berlangsung sejak pukul 10.20 WIB hingga 13.40 WIB menghasilkan tiga keputusan yang dibacakan oleh Ketua Komisi A sekaligus pimpinan sidang Muchri Fauzi Hafiz.
Pertama, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Utara akan mendesak Pemerintah Pusat untuk segera menyelesaikan persoalan hutan produksi dan pembangunan Bendungan Lau Simeme.
Kedua, Ketua dan anggota Komisi A DPRD Sumut bersama masyarakat dan stake holder terkait untuk mengunjungi Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
Serta melakukan tinjauan ke lokasi yang terdampak hutan produksi dan bendungan Lau Simeme.
“Ada tiga hal yang akan dilakukan. Ini merupakan angin segar untuk masyarakat serta kejelasan bagi masyarakat. Kita akan desak pemerintah pusat, kita akan ke Kantor Sekretariat Kepresidenan (KSP) dan akan tinjau lapangan ke lokasi terdampak,” papar Muchri di hadapan masyarakat.
Sementara itu, Anggota Komisi A DPRD Sumut Hj. Jamilah SH, MKn mengaku berang terhadap pengubahan status pemukiman masyarakat tersebut.
“Apa itu hutan produksi, kawasan mana yang dibilang hutan produksi. Apa dasar mereka mengeluarkan SK Penetapan hutan produksi. Kita sudah dengar tadi bukti-bukti kepemilikan tanah mereka yang sah. Sudah turun temurun mereka di sana. Jadi, status tanah yang digunakan masih bermasalah dengan warga,” cecar Hj. Jamilah.
Jikapun benar kawasan yang dikuasai dan diusai oleh masyarakat merupakan sebuah kawasan hutan produksi, Hj. Jamilah menyatakan bahwa SK dari KLHK dapat gugur sebab bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan Bab III tentang pola penyelesaian penguasaan dan pemanfaatan tanah dalam kawasan hutan Pasal 7 yang menyebutkan bahwa pola penyelesaian untuk bidang tanah yang telah dikuasai dan dimanfaatkan dan/atau telah diberikan hak diatasnya sebelum bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari dalam kawasan hutan dengan mengeluarkan bidang tanah dari kawasan hutan melalui perubahan batas hutan.
Pada kesempatan itu, Kepala Balai Pemantapan Kawasan Pemantapan Hutan Sumatera Utara Wilayah I Sumut-Sumbar Rahman Panjaitan mengutarakan persoalan kawasan hutan produksi ini dapat diselesaikan dengan perubahan tata ruang atau proses penetapan batas kawasan hutan.
“Kita harus melewati tahapan perubahan tata ruang atau proses penetapan batas kawasan hutan,” ungkapnya.(Hery)