Kopi Times | Medan :
Efendy Naibaho dari Yayasan Pusuk Buhit menyebut, apa yang bisa kita perbuat untuk ulos, Ulos atau sering juga disebut kain ulos adalah salah satu busana khas Indonesia. Ulos secara turun-temurun dikembangkan oleh masyarakat Batak, Sumatera Utara. Dari bahasa asalnya, ulos berarti kain, cara membuat ulos, yaitu menggunakan alat tenun.
Menurut pemikiran leluhur orang Batak, salah satu unsur yang memberikan kehidupan bagi tubuh manusia adalah “kehangatan”. Mengingat orang-orang batak dahulu memilih hidup di dataran yang tinggi sehingga memiliki temperatur yang dingin.
Ada 3 “sumber kehangatan” yang di yakini leluhur Batak, matahari, api dan ulos. Ulos menjadi barang yang penting dan dibutuhkan orang kapan saja dan di mana saja. Hingga akhirnya memiliki nilai yang tinggi di tengah-tengah masyarakat Batak.
Efendy Naibaho, Yayasan Pusuk Buhit kepada Kopi-times.com menyebutkan, pada Kamis (17/10/2019), arak-arakan Perayaan hari ulos terpanjang mulai dari Dinas Pariwisata sampai ke lapangan Merdeka Medan.
Menurutnya, Yayasan Pusuk Buhit yang menyurati Presiden dan beberapa lembaga terkait dan mendapat jawaban dari Dirjen Kebudayaan agar membuat Seminar Hari Ulos, namun belum dibuat hasil kajian akademiknya.
Mengapa Hari Ulos jatuh pada 17 Oktober, dan kapan ulos pertama kali ada.
“Memang kita pun tak tahu kapan Ulos pertama sekali ada di Tanah Batak. Penetapan 17 Oktober itu kita ajukan sebagai Hari Ulos karena di hari itu ada keputusan pemerintah menetapkan 7 warisan budaya tak benda sebagai warisan budaya termasuk Ulos”, sebut Efendy Naibaho.
Lanjutnya, mengapa hari ulos penting ditetapkan sebagai Hari Ulos, agar di hari itu, sekolah, pemkab dan yang lainnya, bisa merayakannya. Lalu kemudian bisa menggunakan anggaran daerahnya, dan pasar ulos semakin terbuka baik di Toba, Karo, Simalungun dan Tapsel.
Efendy Naibahon juga menyebutkan perayaan Hari Ulos juga digaungkan di Paris.
“Pada tanggal 17 Oktober 2019 ini selain di lapangan Merdeka Medan, teman-teman di Paris juga akan merayakan Hari Ulos di Menara Eifel. Ulos itu simbol “kehangatan”, kearifan lokal Batak memandang Ulos juga diberikan kepada sang ibu yang sedang mengandung supaya mempermudah lahirnya sang bayi ke dunia, melindungi ibu dari segala mara bahaya yang mengancam saat proses persalinan”, tambahnya.
Ulos pun menjadi barang yang penting dan dibutuhkan semua orang kapan saja dan di mana saja. Hingga akhirnya ulos memiliki nilai yang tinggi di tengah-tengah masyarakat Batak.
“Bagi kita sekarang, pertanyaannya adalah, apa yang bisa kita buat untuk ulos,” singkatnya seraya, mengajak masyarakat hadir pada acara Hari Ulos Nasional yang akan diadakan pada hari 17 Oktober 2019 di Lapangan Merdeka Medan, titik kumpul Wisma Benteng, pada pukul 09.00- selesai. Dengan pakaian Ulos atau Baju Merah, Rok/celana warna hitam dengan memakai Ulos. Arak-arakkan ulos terpanjang pada perayaan Ulos Nasional tahun 2019. (Red/Hery Buha Manalu)