Oleh ; Hery Buha Manalu, Dosen Pasca Sarjana STT Paulus Medan, Penggiat Budaya dan Lingkungan
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, terdiri dari lima prinsip fundamental yang mencerminkan nilai-nilai filosofi “habonaron do bona” dari budaya Batak, yang berarti “kebenaran adalah dasar,” dapat dilihat sebagai salah satu akar budaya yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pembentukan Pancasila. Pemikiran ini akan menjelaskan bagaimana filosofi ini berkaitan dan berkontribusi pada prinsip-prinsip Pancasila, menyoroti keselarasan antara nilai-nilai lokal dan ideologi nasional.
Integritas dan Ketuhanan (Sila Pertama)
Sila pertama Pancasila, “Ketuhanan yang Maha Esa,” menekankan keyakinan pada satu Tuhan yang menjadi sumber kebenaran dan moralitas. Habonaron do bona, yang mengajarkan bahwa kebenaran adalah manifestasi dari kehendak ilahi, sejalan dengan prinsip ini. Integritas yang diharapkan dalam filosofi habonaron do bona, konsistensi antara iman dan perbuatan, merupakan refleksi dari penghayatan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan sehari-hari. Ini menunjukkan bahwa keyakinan terhadap Tuhan dan kebenaran ilahi merupakan elemen penting dalam membentuk karakter dan moralitas individu serta masyarakat.
Kebenaran dan Keadilan (Sila Kedua), filosofi ini menekankan pentingnya kebenaran sebagai fondasi utama kehidupan yang bermartabat. Prinsip ini sejalan dengan sila kedua Pancasila, “Kemanusiaan yang adil dan beradab.” Dalam konteks habonaron do bona, kebenaran tidak hanya dilihat sebagai konsep moral tetapi juga sebagai panduan dalam bertindak adil dan beradab. Ajaran ini mencerminkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh Pancasila, di mana keadilan dan kemanusiaan menjadi landasan utama dalam hubungan sosial.
Kemandirian dan Kebersamaan (Sila Ketiga). Sila ketiga Pancasila, “Persatuan Indonesia,” menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Filosofi tradisioanal ini, dengan penekanan pada kebenaran dan keadilan, mendukung persatuan melalui integritas dan kejujuran dalam hubungan sosial. Prinsip ini mengajarkan bahwa hubungan yang sehat dan harmonis dalam masyarakat harus didasarkan pada kebenaran dan keadilan, yang pada akhirnya memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Kebersamaan dan gotong royong yang diilhami oleh filosofi tradisi ini menjadi fondasi kuat bagi persatuan nasional.
Sila keempat Pancasila, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, sejalan dengan filosofi Batak tersebut yang berarti “kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan bersama”. Keadilan ini tidak hanya dilihat secara individual, tetapi juga secara kolektif, seperti semangat membangun bersama dalam pepatah Batak “Marsipature Hutana Be”.
Kesejahteraan Sosial dan Gotong Royong (Sila Kelima), prinsip habonaron do bona juga menekankan pentingnya kebenaran dan keadilan dalam membangun kesejahteraan sosial. Ini tercermin dalam sila kelima Pancasila, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Nilai-nilai gotong royong dan saling menghormati yang diajarkan dalam habonaron do bona mencerminkan semangat kebersamaan dan keadilan sosial yang diharapkan dalam Pancasila. Sikap gotong royong dan solidaritas dalam masyarakat Batak, yang diilhami oleh habonaron do bona, menunjukkan bagaimana nilai-nilai lokal dapat mendukung upaya kolektif untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial.
Nilai-nilai fililosifi dari ajaran leluhur Batak tersebut dapat diimplementasikan dengan membangun sistem ekonomi berkeadilan, menjamin akses pendidikan dan kesehatan berkualitas, melindungi hak-hak minoritas, dan melestarikan budaya lokal. Dengan menerapkan nilai-nilai ini, kita dapat mewujudkan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Filosofi masyarakat Batak ini memiliki relevansi yang mendalam dalam konteks pembentukan Pancasila. Nilai-nilai kebenaran, keadilan, integritas, dan gotong royong yang diajarkan dalam habonaron do bona sejalan dengan prinsip-prinsip Pancasila, menunjukkan bahwa kearifan lokal dapat berkontribusi secara signifikan dalam membentuk ideologi nasional. Dengan memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai ini, Pancasila dapat terus menjadi landasan yang kuat bagi pembangunan bangsa yang adil, beradab, dan bersatu.
Implementasi filisofi Batak tersebut, dalam konteks modern dapat dilihat dalam upaya menjaga integritas dan transparansi dalam pemerintahan, memperkuat keadilan sosial, dan mempromosikan sikap gotong royong dalam pembangunan bangsa. Nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kebersamaan yang dipegang teguh oleh masyarakat Batak dapat memberikan kontribusi signifikan dalam menghadapi tantangan sosial dan politik di Indonesia. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai lokal seperti habonaron do bona, Pancasila dapat terus relevan dan efektif sebagai panduan dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan. (Red/*)