Kopi Times – Gerimis menyambut saat Tim Komunikasi dan Media G20 tiba di Desa Adat Penglipuran, Kelurahan Kubu, Bangli, Minggu (6/11/2022). Memasuki kawasan ini, tim dan pengunjung lainnya disambut jajaran rumah adat yang sebagian terbuat dari bambu.
Di jalan utama desa, tampak lalu-lalang orang-orang yang mayoritas bisa diidentifikasi sebagai wisatawan. Mereka terlihat asik menikmati dan mengabadikan setiap keindahan yang disajikan oleh alam Desa Penglipuran.
Di tengah geliat wisata yang kembali marak di Bali, banyak tempat di Pulau Dewata yang bersolek demi menyambut event akbar internasional Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Bersama sejumlah desa lainnya, Penglipuran menjadi salah satu kawasan target pembangunan infrastruktur.
Kelian Desa Adat Penglipuran I Wayan Budiarta mengatakan pihaknya mendapat bantuan dari Pemerintah Kabupaten Bangli. Bentuknya adalah pengaspalan jalan masuk ke desa.
Ia memastikan, pihaknya siap menyambut kedatangan tamu dari KTT G20. Selain kesiapan infrastruktur, ada tim pengelola pariwisata yang terlatih yang dibentuk oleh Dewan Adat.
“Mereka ini tenaga-tenaga terlatih, mulai dari tukang sapu, petugas tiket, petugas keamanan. Semuanya warga sini,” kata Budiarta.
Sebagai salah satu desa terbersih di dunia, Penglipuran memang menjadi salah satu destinasi wisata populer di Bali. Tak heran jika telah didatangi oleh delegasi G20 awal September lalu. Mereka adalah para peserta yang hadir mengikuti pertemuan para menteri energi.
“Mereka menyampaikan kekagumannya terhadap desa yang tertata dengan sangat baik dan rapi. Masyarakatnya patuh, peduli kebersihan lingkungan dan menjaga kelestarian budaya warisan nenek moyang,” ungkapnya.
Masih di bulan yang sama, para menteri pariwisata negara-negara yang mengikuti peringatan Hari Pariwisata Dunia 2022 juga bertandang ke Penglipuran. Ada tujuh menteri yang berkunjung. Mereka didampingi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Sandiaga S Uno.
*Menjaga Warisan Leluhur*
Ia lantas menjelaskan, Desa Penglipuran adalah warisan leluhur sejak abad ke-13. Masyarakat desa mempertahankan tradisi nenek moyang mereka yang sudah berusia ratusan tahun. Sejak 1993 pemerintah menjadikan desa adat ini sebagai desa wisata.
Tata ruang desa terdiri tiga bagian yang berjejer dari utara ke selatan, disebut dengan Tri Mandala, yakni Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala.
Utama Mandala terletak pada posisi paling tinggi di utara. Terdapat dua pura yaitu Pura Penataran dan Pura Puseh yang terletak berdampingan. Di sinilah tempat masyarakat desa beribadah. Di kawasan ini juga ada hutan bambu yang begitu bersih dan asri.
Sementara Madya Mandala adalah tempat pemukiman penduduk yang terdiri dari 78 pintu (angkul). Setiap angkul dihuni oleh satu klan. Masing-masing angkul jumlah kepala keluarganya bervariasi. Secara keseluruhan, terangnya, terdapat 245 KK dengan jumlah penduduk 1.100 orang lebih.
Terakhir adalah Nista Mandala. Terletak paling selatan yang juga menjadi lokasi pemakaman penduduk.
Selain itu tata ruang, bangunan juga memiliki keunikan tersendiri. Terdapat sejumlah bangunan dengan klasik, yakni angkul-angkul atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan pintu gerbang. Dilansir dari laman penglipuran.net, angkul ini dibuat serupa antara satu pintu gerbang dengan pintu gerbang lainya.
“Tadinya ada yang terbuat dari beton. Sejak 1990 diseragamkan atapnya harus terbuat dari bambu,” terangnya.
Menurut Budiarta, keindahan alam Penglipuran yang menjadikannya sebagai destinasi wisata hanyalah sebuah bonus. Yang paling utama adalah tingginya kesadaran warga melestarikan budaya warisan leluhur.
Dalam kesehariannya, mereka menerapkan konsep Tri Hitha Karana yang menitikberatkan pada hubungan antar manusia yang saling hidup berdampingan dan saling toleransi. (Red/Hery B Manalu/TIM KOMUNIKASI DAN MEDIA G20)