Kopi Times | Medan :
Tak banyak kawasan wisata di dunia yang memiliki kekayaan geologi, keindahan lanskap, dan kearifan lokal sekomplet Kaldera Toba. Tapi lebih dari itu, kawasan ini juga punya potensi ekonomi yang luar biasa jika dikelola dengan pendekatan yang tepat. Konferensi Internasional Geotourism Destination Toba Caldera UNESCO Global Geopark 2025 yang digelar di KHAS Parapat Hotel belum lama ini, menjadi bukti kuat bahwa Kaldera Toba bukan sekadar destinasi wisata, melainkan sumber penghidupan yang berlapis dan berkelanjutan.
Tema yang diusung, “Innovation and Strengthening of Geopark as Sustainability Tourism 2025”, bukan isapan jempol. Dalam konferensi ini, para pemangku kepentingan dari pusat dan daerah berkumpul dan menyatukan komitmen untuk menjadikan pariwisata, khususnya geotourism sebagai pendorong utama ekonomi hijau dan inklusif. Hadir Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana, Direktur BPODT Jimmy Panjaitan, General Manager Toba Caldera UNESCO Global Geopark Dr. Azizul Kholis, hingga perwakilan delapan kabupaten di kawasan Toba.
Dalam konferensi tersebut, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumut, Dr. Suryono, menekankan bahwa sektor pariwisata, khususnya geotourism, memiliki dampak berlapis terhadap perekonomian. Ini bukan sekadar tentang banyaknya wisatawan yang datang, melainkan tentang efek domino yang terjadi setelahnya. Pertama, pariwisata menghasilkan pendapatan langsung dari belanja wisatawan, mulai dari tiket masuk, penginapan, makanan, hingga jasa pemandu lokal. Kedua, ia mendorong tumbuhnya sektor-sektor pendukung seperti transportasi, kuliner, pengolahan produk lokal, hingga industri kreatif berbasis budaya. Dan yang tak kalah penting, pariwisata meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar karena membuka lapangan kerja dan menghidupkan roda ekonomi desa.

Bank Indonesia Sumut sendiri mengambil peran aktif dalam mendukung ekosistem ini. Mereka tak hanya menjadi penonton, tapi justru ikut menyusun fondasi pengembangan. Ada empat langkah nyata yang dilakukan:
Pertama, menyelenggarakan FGD Dewan Pakar sebagai simulasi penilaian ulang status Geopark dari UNESCO. Kedua, mendampingi UMKM melalui kurasi dan pelatihan produk geo-based yang berkualitas, sekaligus menyertifikasi kuratornya. Ketiga, memperkenalkan program edukatif Geopark Goes to School untuk menanamkan kecintaan pada alam dan budaya sejak dini. Dan keempat, menggelar Toba Geobike, yang memadukan wisata olahraga dan promosi kawasan secara kreatif.
Tak hanya itu, Gubernur Sumatera Utara juga meresmikan logo dan maskot baru Toba Caldera UNESCO Global Geopark. Ini bukan hanya soal estetika, tapi bagian dari strategi branding geo-product—produk UMKM yang mengangkat identitas kawasan. Dengan simbol yang kuat dan mudah dikenali, produk lokal punya nilai tambah, daya tarik, dan bisa bersaing di pasar global. Di momen yang sama, Gubernur juga menerima modul edukasi geopark dari BPODT, yang akan digunakan di sekolah mulai dari PAUD hingga SMA. Ini adalah investasi jangka panjang: mencetak generasi pelestari yang mencintai lingkungan dan budayanya sendiri.
Konferensi ini juga menghadirkan para ahli dari dalam dan luar negeri. Dr. Dewarman Sitompul, Noordiana Noordin dari Malaysia, dan Soojae Lee dari Korea Selatan membagikan pengalaman mereka dalam mengelola geopark dengan pendekatan sains, komunitas, dan teknologi. Sebagai penutup, workshop geosite yang dipandu Dr. Wilmar Simanjorang menjadi sesi aplikatif, membimbing bagaimana mengelola situs-situs geowisata agar tetap lestari, tapi juga produktif secara ekonomi.
Inti dari semua ini adalah satu: geotourism bukan hanya tentang menjual pemandangan, tapi tentang menyulam harapan masyarakat lokal dari alam yang mereka rawat. Ketika wisatawan datang, uang mengalir, tapi yang lebih penting: identitas lokal terjaga, lingkungan dilestarikan, dan masyarakat bangkit dari potensi mereka sendiri.
Kawasan Kaldera Toba adalah contoh nyata bagaimana sektor pariwisata bisa membawa multiplier effect yang luas jika digarap dengan visi, kolaborasi, dan edukasi. Bukan hanya mendatangkan turis, tapi menggerakkan ekonomi rumah tangga. Bukan hanya tentang membangun destinasi, tapi juga memberdayakan masyarakat.
Dengan komitmen bersama seperti yang terlihat di konferensi ini, bukan mustahil Kaldera Toba akan menjadi model pariwisata dunia yang bukan hanya indah, tapi juga adil dan berkelanjutan. Karena di balik keindahannya, tersimpan kekuatan ekonomi yang bisa menjadi denyut nadi baru bagi Sumatera Utara dan Indonesia ke depan. (Hery Buha Manalu)



