Peserta Diskusi tentang Pertambangan dan Ancaman kerusakan Ekologi di Dairi, Selasa (1/9/2020) Foto : Ist |
Kopi Times | Sidikalang :
Sebagai respon atas kehadiran PT. Dairi Prima Mineral (PT. DPM) di Sopokomil Desa Longkotan Kabupaten Dairi. GKPPD (Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi) bersama dengan Komite Nasional Lutheran World Federation di Indonesia (KN-LWF), menghimpun 13 gereja Lutheran di Indonesia, dan Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK) Parongil melakukan diskusi kritis di Kantor Pusat GKPPD tentang Pertambangan dan Ancaman kerusakan Ekologi di Dairi, Selasa (1/9/2020).
Sekjen GKPPD, Pdt. Mangara Sinamo dalam renungan singkatnya menyebut Gereja GKPPD sangat peduli isu-isu lingkungan sebagai ciptaan Tuhan yang mempunyai hubungan langsung dengan manusia. Karena itu GKPPD pasti mendukung upaya-upaya penyelamatan lingkungan dan kelestariannya untuk masa depan manusia.
Fernando Sihotang sebagai perwakilan dari KNLWF menyatakan bahwa gereja sebagai institusi memiliki kewajiban untuk terlibat di ruang publik menyuarakan keadilan, menyampaikan bahwa gereja harus mampu menjadi sumber kekuatan warga untuk mencari keadilan dan menjadi jembatan berkomunikasi dengan pemerintah. Mendampingi warga yang berpotensi terdampak akibat kerusakan lingkungan merupakan tanggungjawab spiritual.
Dalam diskusi tersebut turut juga hadir perwakilan masyarakat, mereka menyampaikan kekhawatiran terhadap dampak kehadiran tambang dikemudian hari.
Pengakuan warga masiih trauma atas bencana banjir bandang beberapa waktu lalu dan semakin takut jika PT. DPM beroperasi dan adanya potensi bendungan jebol.
“Kami masih trauma dengan bencana banjir bandang yang terjadi pada tahun 2018 yang mengakibatkan lahan pertanian kami tidak bisa lagi diolah, kolam-kolam ikan kami yang sudah habis terkubur oleh batu-batuan yang dibawa dari gunung. Kami semakin takut jika PT. DPM beroperasi dan adanya potensi bendungan tailingnya jebol seperti yang terjadi di Brazil. Yang pasti kami sangat takut, Sugianto Hasugian, warga Desa Bongkaras.
Hal senada juga disampaikan Opung Gideon br. Sitorus seorang warga Desa Bonian yang sangat khawatir dengan kehadiran pertambangan.
“Kami sangat khawatir dengan kehadiran Pertambangan, sumber air minum untuk 8 desa berasal dari sumber air di Sopokomil, dan ini menjadi ancaman bagi masyarakat atas akses terhadap air minum. Dan pertambangan ini juga melakukan tambang bawah tanah. Kami tidak punya akses untuk mengkontrol bagaimana mereka bekerja dibawah tanah. Kita harus menjaga lingkungan ini. Manusia bisa melahirkan manusia, tapi manusia tidak bisa melahirkan tanah. Kalau tanah sudah rusak dan hancur bagaimana kami melanjutkan hidup?” tambahnya.
Dalam paparannya Dhaniel M Tambunan (BAKUMSU) menyampaikan sejumlah ketidakpatuhan hukum PT. DPM.
Pertama, bahwa dalam penyusunan dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) diduga minim partisipatif masyarakat sesuai dengan PP No. 27 tahun 1999 pasal 34 (1) mensyaratkan bahwa masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan AMDAL.
Kedua, lokasi pembangunan gudang bahan peledak (handak) dibangun diluar IPPKH melainkan di Area Penggunaan Lain (APL). selain itu pembangunan gudang handak ditemukan berdasarkan peta overlay dekat dengan pemukiman warga yang berjarak sekitar 50,64 m, seyogianya peraturan menteri ESDM No.309 tahun 2018 bahwa pembangunan gudang bahan peledak terletak sedikitnya 60 m dari hunian
warga.
Ketiga, pembangunan pertambangan PT. DPM diduga lalai dalam melengkapi analisis resiko bencana sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Keempat, PT. DPM wajib membuat analisis resiko lingkungan. Pasal 47 UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mensyaratkan PT. DPM sebagai kegiatan yang berdampak penting wajib membuat analisis resiko lingkungan hidup.
Berdasarkan data dan informasi
yang kami terima tidak mendapatkan informasi apakah PT. DPM telah melengkapinya?. Dari hasil kajian yang sudah kami lakukan ini kami sepakat dan setuju untuk menolak PT DPM di Dairi. Dan melalui diskusi ini semakin banyak gereja-gereja yang tergerak untuk terlibat dalam advokasi penolakan PT DPM dan mengajak jemaat-jemaat gereja untuk bersama-sama berjuang.
Karena perjuangan itu adalah karya berjuta-juta massa dan mari kita saling bergandeng tangan. Dairi masuk kategori zona merah (resiko sangat tinggi) dalam peta rawan bencana, tentu sangat tidak tepat dengan pembangunan ekonomi melalui industri tambang yang merupakan industri keruk. Setiap pembangunan di daerah harus mempertimbangkan kerentanan di daerah tersebut.
Pembangunan yang tepat di Dairi adalah pembangunan ekonomi yang berkelanjutan yaitu pertanian, seperti halnya pernyataan Presiden Jokowi pada acara Rakornas BNPB se-Indonesia, beliau menyatakan bahwa rencana pembangunan harus dilandaskan pada aspek-aspek pengurangan resiko bencana, kata Direktur Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK), Diakones Sarah Naibaho.
Bishop GKPPD, Elson Lingga menyampaikan, pertemuan ini sangat penting karena mengungkap realitas lapangan, artinya kita mengetahui kehidupan dimasyarakat dilapangan. Kami mengetahui resiko besar dilapangan dan oleh karena itu kami sebagaigereja tentu bersedia turut serta dengan gerakan yang ada disana. Bagaimana supaya masyarakat terjaga pertanian dan sumber airnya.(Rel)