spot_img
BerandaBerita/DaerahHentikan Perampasan Tanah Adat Rakyat Penunggu di Kampung Durian Selemak

Hentikan Perampasan Tanah Adat Rakyat Penunggu di Kampung Durian Selemak

IMG 20200930 WA0094

Foto : Ist


Kopi Times | Medan :

Manambus Pasaribu Sekretaris Eksekutif BAKUMSU bersama Jaringan Advokasi Masyarakat Sipil Sumatera Utara (JAMSU) mengutuk tindakan perampasan tanah adat yang dilakukan kembali oleh PTPN II dengan mengerahkan aparat kepolisian dan TNI dalam proses okupasi di wilayah adat Rakyat Penunggu Kampung Durian Selemak, Langkat, Sumatera Utara.



Melalui pesan elektroniknya, Rabu (30/9/2020) kepada Kopi Times memaparkan, pada tanggal 29 September 2020, PTPN II dibantu aparat TNI kembali menggusur tanah adat Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) di Kampung Durian Selemak. 


Sejak pagi kaum ibu dan juga para perempuan adat membentuk pagar betis untuk menghalau masuknya alat berat PTPN II yang dikawal oleh tentara juga polisi ke wilayah adat mereka. Namun, pada siang harinya kami mendapatkan 

kabar bahwa telah terjadi tindakan represif yang diduga melibatkan aparat kepolisian dan TNI yang mengakibatkan beberapa Rakyat Penunggu terluka baik itu perempuan, nenek-nenek dan anak-anak.


Menurut Manambus, sebelumnya sudah kesekian kalinya wilayah adat mereka dimasuki oleh pihak PTPN II dengan bantuan pengerahan apparat kepolisian dan TNI merampas tanah adat Rakyat Penunggu. 


“Tindakan TNI dan PTPN II ini merupakan lanjutan dari penggusuran yang terjadi sebelumnya di kampung yang sama, yakni Durian Selemak (23 September 2020), dan beberapa hari lalu penggusuran pertama oleh PTPN terjadi di Kampung Pertumbukan (11 September 2020). Ketika melakukan penggusuran di Kampung Pertumbukan tanah seluas 60 hektar milik rakyat penunggu habis digusur oleh alat berat PTPN II dibantu sekitar 300 aparat TNI, 100 Brimob dan 200 security PTPN 

II”, sebutnya.


Rencana penggusuran tanah ini berkaitan dengan pembangunan perkebunan tebu PTPN. Dari informasi yang diterima dari lapangan, pembukaan lahan untuk bisnis gula ini akan meluas dan menggusur setidaknya 4 (empat kampung), yaitu : Kampung Pertumbukan,  Kampung Durian Selemak, Kampung Secangggang, Kampung Pantai Gemi.


Diketahui bahwa penggusuran ini merupakan pelaksanaan dari proyek pembangunan kebun tebu oleh 

PTPN II di Sumatera Utara berdasarkan klaim sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 3 seluas 1.530,71 hektar.


Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), HGU ini mengandung permasalahan prosedural, bahkan pelanggaran konstitusional, termasuk terdapat kejanggalan; Pertama penerbitan HGU tanpa persetujuan Rakyat Penunggu dan prosedur yang jelas. Kedua, HGU Nomor 3 PTPN II tersebut tidak terletak di empat 

desa yang mereka sudah/sedang/akan digusur. Ketiga, PTPN II tidak mampu menunjukkan bukti kepemilikan HGU yang menjadi dasar klaim dan penggsusuran hingga saat ini.


Klaim sepihak, tindakan penggusuran dan pemukulan kepada Rakyat Penunggu dan petani ladang BPRPI menambah catatan buruk penggusuran lahan rakyat yang dilakukan oleh PTPN II yang diduga melibatkan aparat keamanan negara. Jauh sebelumnya PTPN II telah menyebabkan konflik agrarian yang diderita oleh 

Rakyat Penunggu BPRPI di 83 desa seluas 262.313 hektar di seluruh Sumatera Utara (LPRA-KPA, 2020). 


Sejak awal Pemerintahan Presiden Jokowi dimulai, BPRPI telah menyerahkan data wilayah adatnya sebagai prioritas untuk dituntaskan konfliknya dengan cara dilepaskan dari klaim PTPN/BUMN dalam kerangka reforma agraria bagi Rakyat Penunggu. Seharusnya ini sudah dijalankan sebagai bukti konkrit keberpihakan 

pada masyarakat adat dan wilayah adatnya, termasuk tanah-tanah pertanian milik Rakyat Penunggu. 


Manambus melalui pesan relisnya juga miminta pihak DPRD-Sumatera Utara dan Gubernur untuk tidak diam dalam kasus ini.


“Maka dari itu, Kami Jaringan Advokasi Masyarakat Sipil Sumatera Utara (JAMSU) menuntut, segera tarik seluruh aparat TNI, Kepolisian dan pihak keamanan PTPN II dari Wilayah Adat BPRPI. Mendesak pihak PTPN II untuk tidak melakukan kegiatan di wilayah adat BPRPI, Meminta kepada pihak kepolisian untuk bekerja sesuai dengan tugas dilembaganya untuk membuat aman dan nyaman rakyat. Mendesak pihak DPRD-Sumatera Utara dan Gubernur untuk tidak diam dalam kasus ini. Karena sejogjyanya saat wabah pandemic ini terbukti hanya petani dan masyarakat adat yang dapat menjaga ketahanan pangan terkhusus untuk provinsi Sumatera Utara”, sebutnya.


Jamsu juga mendesak Komnas HAM melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM.


“Maka perlu, kepada DPRD-Sumut dan Gubernur untuk pro aktif dalam melakukan perlindungan terhadap kaum tani dan masyarakat adat. Mendesak Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo segera menyelesaikan konflik ini dan mewujudkan reforma agraria sejati, Jamsu juga mendesak Komnas HAM melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM yang diduga melibatkan aparat militer dalam peristiwa ini”, tutupnya. (Rel).





TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini