Foto : Int
Kopi Times – Jaringan Advokasi Masyarakat Sipil Sumatera Utara (JAMSU) mengecam tindakan okupasi yang dilakukan oleh pihak PTPN II bersama TNI dan Brimob di Wilayah Adat Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI).
Manambus Pasaribu (Sekretaris Eksekutif BAKUMSU), melalui pesan relisnya kepada Kopitimes.id Jumat sore (25/9/2020) di Medan memaparkan, pada 14 September 2020 lalu, lahan masyarakat penunggu di Kampung Pertumbukan Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat digusur oleh pihak PTPN II dengan mengerahkan Tentara dan Polisi dalam proses penggusuran tersebut. Kembali lagi pihak keamanan yang seharusnya memberikan kenyamanan terhadap rakyat malah kembali bertindak anti kepada rakyat.
“Perkebunan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PTPN II masih saja bersikukuh atas klaim wilayah adat yang lebih dari 25 tahun sudah dikuasai dan diperjuangkan oleh Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI). 18 September 2020, Pihak PTPN II kembali memasuki areal lahan pertanian Rakyat Penunggu dengan pengawalan aparat sekitar 100 tentara dan polisi. Tanaman hortikultura dan tanama keras yang sempat ditanami oleh rakyat, kembali dirusak oleh aparat dan perusahaan. Kemudian, 23 September 2020 PTPN II kembali menggusur wilayah adat BPRPI”, sebut Manambus Pasaribu.
Setidaknya ada tiga kampung yang terancam akan diratakan oleh pihak PTPN untuk kepentingan pembangunan perkebunan tebu, yaitu Kampung Pertumbukan dan Kampung Durian Slemak di Kec. Wampu serta Kampung Pantai Gemi di Kec. Stabat yang berada di Langkat.
Ketiga kampung adat yang akan dan sudah diokupasi oleh pihak PTPN II merupakan Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) yang sudah diusulkan BPRPI dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) kepada pemerintah agar segera dituntaskan konflik strukturalnya dengan PTPN II. Ada 60 HA tanah pertanian rakyat di Kampung Pertumbukan, sudah 30 HA dirusak oleh aparat dengan menggunakan alat berat eskavator. Tindakan tersebut mengancam mata pencaharian 40 KK anggota BPRPI. BPRPI adalah masyarakat adat yang sudah mendiami lahan tersebut 67 tahun silam.
Meminta agar segera tarik seluruh aparat TNI, Brimob dan pihak keamanan PTPN II dari Wilayah Adat BPRPI.
“Maka dengan itu, Kami Jaringan Advokasi Masyarakat Sipil Sumatera Utara (JAMSU) yang terdiri dari Lembaga Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), Bitra Indonesia, Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Petrasa, Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK), Yayasan Ate Keleng (YAK) dan Yayasan Pijer Podi (YAPIDI) menuntut, Segera tarik seluruh aparat TNI, Brimob dan pihak keamanan PTPN II dari Wilayah Adat BPRPI. Mendesak pihak PTPN II untuk tidak melakukan kegiatan di wilayah adat BPRPI”, tegas Manambus Pasaribu.
Jaringan Advokasi Masyarakat Sipil Sumatera Utara (JAMSU) juga meminta kepada DPRD-Sumut dan Gubernur untuk melindungi petani dan masyarakat adat. Dan mendesak Presiden menyelesaikan konflik ini wujudkan reforma agraria.
“Meminta kepada pihak kepolisian untuk bekerja sesuai dengan tugas dilembaganya untuk membuat aman dan nyaman rakyat. Mendesak pihak DPRD-Sumatera Utara dan Gubernur untuk tidak diam dalam kasus ini. Karena sejogjyanya saat wabah pandemic ini terbukti hanya petani dan masyarakat adat yang dapat bertahan atas pangan yang dihasilkannya. Maka perlu, kepada DPRD-Sumut dan Gubernur untuk melindunginya. Mendesak Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo segera menyelesaikan konflik ini wujudkan reforma agraria sejati”, tutup Manambus Pasaribu. (Rel)