Oleh : Mistar Lumban Gaol.,S.Th
Kopi Times, Kemiskinan menjadi tema pembahasan menarik saat kami berdiskusi dalam mata kuliah Teologi dan Budaya pada Progran Pasca Sarjana (PPS) Sekolah Tinggi Teologi ( STT) Paulus Medan beberapa waktu lalu. Bersama Dr. Hery Buha Manalu, Dosen Pengampu mata Kuliah Teologi dan Budaya, PAK Berbasis Budaya ini yang selalu giat membahas tema-tema Kearifan Lokal dan Lingkungan. Tema yang menarik diperbincangkan, dan kami pikir bahwa gereja dan para teolog juga mempunyai tugas penting untuk memerangi keadaan tersebut ditengah jemaat. Â
Saya berpikir atas hasil diskusi kelas mata kuliah ini, penyebab kemiskinan adalah, “kegagalan moral pribadi,” seperti kemalasan.
Kemiskinan adalah suatu keadaan yang tidak diharapkan oleh setiap orang, karena kemiskinan adalah di mana keadaan yang tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup sehari-hari atau pun suatu keadaan yang sulit dalam mengakses pendidikan dan pekerjaan yang dapat menopang penambahan pengetahuan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.Â
Di dalam hal ini perlu dipahami Apa itu kemiskinan di dalam perspektif teologi dan budaya. Dan memahami apa pengertiannya, dan penyebabnya serta jenis-jenis kemiskinan dalam perspektif teologi dan budaya.
Pengertian kemiskinan.
Bappenas mendefinisikannya sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, ketidakmampuan memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.Â
Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan laki-laki. Â
Chambers mengatakan bahwa hal ini adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: (1) kemiskinan (poverty), (2) ketidakberdayaan (powerless). (3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), (4) ketergantungan (dependence), dan (5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.Â
Hidup dalam kekurangan itu bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.
Menurut Chambers kemiskinan dapat dibagi dalam beberapa yaitu, Absolut, relatif, kuktural Kemiskinan absolut: bila pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum atau kebutuhan dasar termasuk pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
Kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan atau dapat dikatakan orang tersebut sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.
Kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar. Kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu daerah..Â
Jenis Kemiskinan
Faktor penyebabnya secara umum, terdapat beberapa jenis kemiskinan, Kemiskinan subjektif merupakan persepsi individu bahwa ia tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Individu dengan persepsi seperti ini sebenarnya berkecukupan, hanya saja ia merasa tidak puas dengan pendapatannya.
Kemiskinan mutlak, jenis ini merupakan bentuk kemiskinan di mana pendapatan individu atau keluarga berada di bawah persyaratan kelayakan atau di bawah garis kemiskinan. Pendapatan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan.
Kemiskinan relatif, jenis ini merupakan bentuk kemiskinan yang diakibatkan oleh dampak kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan tersebut menyebabkan ketimpangan pendapatan, misalnya banyaknya pengangguran karena kurangnya pekerjaan.
Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang disebabkan oleh kurangnya sumber daya alam. Hal ini menyebabkan turunnya produktivitas masyarakat.
Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang dihasilkan dari kebiasaan dan sikap orang-orang dengan budaya santai yang tidak ingin meningkatkan taraf hidup mereka seperti masyarakat modern.
Kemiskinan struktural, ini muncul karena struktur sosial tidak mampu menghubungkan masyarakat dengan sumber daya yang tersedia.
Setelah memahami pengertian, penyebab, dan jenisnya diharapkan dapat berpikir kritis terkait masalah sosial ini. Dalam pandangan Alkitab mempunyai pengertian ganda. Arti yang pokok adalah keadaan yang buruk dan keji yang menghina martabat manusia dan berlawanan dengan kehendak Allah.Â
Hal ini nampak dalam kata-kata Alkitab yang dipakai untuk menyebut orang miskin. Dalam Perjanjian Lama ia disebut sebagai ebyon, orang yang menginginkan dan membutuhkan sesuatu. Ia juga disebut sebagai dal, orang yang lemah dan tidak berdaya. Ia adalah ani, orang yang ter bungkuk, yang diinjak dan diperas oleh orang lain, orang hina yang memikul beban berat.Â
Akhirnya ia adalah anaw dari akar kata sama dengan ani, walau pun anaw mempunyai arti yang lebih religius, orang yang rendah hati di hadapan Allah. Dalam Perjanjian Baru kata Yunani ptokos berarti orang yang begitu melarat sehingga ia tidak dapat hidup kecuali mengemis.’ Kata kata ini tidak berdaya”, “terbungkuk”, “melarat”-menerangkan ke adaan yang sangat hina.Â
Menurut Alkitab kemiskinan dapat disebabkan oleh kemalasan (Ams 6:9-11; 24:30-34; 19:15), kemabukan, kebodohan, dan kerakusan (Ams 23:20-21; 21:17; 13:18,28; 28:19); atau malapetaka (Kel 10:4-5). Namun sebab yang paling sering disebut dalam Alkitab ialah keserakahan, pemerasan dan penindasan, yang dikutuk oleh Allah dan nabi-nabi Israel. Allah me nyatakan hukumanNya atas Israel,.
Penyebabnya, emahaman terhadap kemiskinan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik menyangkut kurangnya materi, ketidakberdayaan sosial, serta rendahnya pendapatan. Pendekatan Nasikun yang meneropong dari segi aset, berbeda dengan Solikatun dkk. (2014) yang melihat penyebab kemiskinan dari aspek:
Aspek individu, bahwa ini terjadi karena perilaku, tindakan, pilihan serta kemampuan sumber daya individu khususnya menyangkut mutu individu dan mendapatkan modal.
Aspek keluarga, bahwa hal berhubungan dengan tingkat pendidikan dari keluarga, termasuk terkait dengan budaya yang dijalani dalam lingkungan kehidupan.Â
Aspek agensi disebabkan oleh perilaku dan tindakan dari orang lain termasuk pemerintah. Aspek struktural, bahwa kemiskinan merupakan dampak dari kebijakan pemerintah dan tatanan sosial yang menyebabkan tidak meratanya distribusi pendapatan.
Menurut Darwin dalam Mustikawati dkk. (2010) bahwa kemiskinan disebabkan oleh faktor faktor. Budaya (cultural) yaitu kemiskinan yang diakibatkan oleh faktor intern individu atau komunitas. Golongan konservatif menyebutnya jebakan budaya (cultural trap) yang diturunkan ke generasi berikutnya sebagai penyebab dari kemiskinan.
Struktural (structural) yaitu kemiskinan yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak bermanfaat sekaligus membuat masyarakat miskin. Negara dianggap sebagai wakil kelompok kapitalis yang bertujuan untuk mengekalkan budaya kapitalis.
Alam (natural) menyebutkan disebabkan oleh: 1) keadaan alam yang tidak produktif, (2) banyaknya terjadi malapetaka baik terhadap orang maupun pekerjaan penduduk, serta (3) keadaan jasmani yang tidak mempunyai kapasitas sehingga kurang mendukung untuk kerja giat.Â
Selain faktor budaya dan struktural, juga bisa dilihat penyebabnya dari sisi ekonomi yaitu, secara mikro, dan muncul karena adanya ketidak samaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya alam dengan jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah.
Muncul akibat perbedaan kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah menyebabkan produktivitasnya rendah. Yang pada gilirannya menyebabkan rendahnya tingkat upahnya. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan atau karena keturunan.
Alkitab memberi kita sebuah pola penyebab. Salah satu faktornya adalah penindasan, yang mencakup sistem pengadilan yang lebih memihak orang berkuasa (Im. 19:15), atau pinjaman dengan bunga berlebihan (Kel. 22:25-27), atau gaji yang terlalu kecil (Yer. 22:13; Yak. 5:1-6).Â
Namun, akhirnya para nabi menyalahkan orang kaya ketika kekayaan dan kemiskinan yang ekstrem dalam masyarakat terjadi (Am. 5:11-12; Yeh. 22:29; Mik. 2:2; Yes. 5:8). Seperti yang kita lihat, banyak aturan dari Musa dirancang untuk menjaga agar kesen jangan yang normal antara orang kaya dan miskin tidak menjadi besar atau ekstrem.Â
Maka, kapanpun ketimpangan yang besar muncul, para nabi menganggap ini setidaknya terjadi akibat individualisme yang berlebihan dan tidak peduli dengan kebaikan bersama.
Jika hanya ini yang Alkitab katakan tentang kemiskinan, kita bisa tergoda untuk menganggap bahwa kaum liberal benar, bahwa muncul karena dari kondisi masyarakat yang tidak adil.Â
Tapi ada faktor lainnya. Salah satunya kita sebut “bencana alam.” Ini meru juk pada keadaan alami apa pun yang mendatangkan atau membuat seseorang menjadi miskin, seperti bencana kelaparan (Kej. 47), cedera yang melumpuhkan, banjir, atau kebakaran.Â
Bisa juga dikatakan, seba gian orang kekurangan keterampilan untuk membuat keputusan yang bijak. Ini bukan kegagalan moral, mereka hanya tidak bisa membuat pilihan yang baik karena kurang pemahaman.Â
Penyebab lainnya menurut Alkitab adalah yang kita sebut “kegagalan moral pribadi,” seperti kemalasan (Ams. 6:6-7) dan berbagai masalah dengan disiplin diri (Ams. 23:21). Kitab Amsal sangat kuat menegaskan bahwa kerja keras bisa menghasilkan kemakmuran ekonomi (Ams. 12:11; 14:23; 20:13), meski ada beberapa pengecualian (Ams. 13:23). (Red/***Hery Buha Manalu)
Penulis (Mistar Lumban Gaol.,S.Th) adalah mahasiswa Program Pasca Sarjana (PPS) Sekolah Tinggi Teologi (STT) Paulus Medan, tulisan ini sebagian dari diskusi kelas bersama Dosen Pengampu, Dr. Hery Buha Manalu.,S.Sos,.M.Mis. Pengampu Mata Kuliah Teologi dan Budaya, PAK Berbasis Budaya di PPS STT Paulus Medan. (***)