spot_img
BerandaOpiniKesawan Medan Jejak Kolonial di Jantung Kota

Kesawan Medan Jejak Kolonial di Jantung Kota

Oleh : Hery Buha Manalu
Jalan Kesawan adalah salah satu kawasan paling bersejarah di Medan, yang mencerminkan jejak kejayaan kota ini sejak era kolonial. Dikenal sebagai pusat perdagangan pertama di Medan, Kesawan menjadi saksi bagaimana kota ini berkembang dari perkampungan kecil di tepi Sungai Deli menjadi kota metropolis yang kaya dan multikultural. Hingga kini, Kesawan masih menyimpan bangunan-bangunan bersejarah yang menjadi warisan kolonial Belanda, serta cerita tentang tokoh-tokoh penting yang berkontribusi dalam pembangunan Medan.

Kesawan, Awal Mula Sebagai Pusat Perdagangan

Jalan Kesawan mulai berkembang pada akhir abad ke-19, saat industri tembakau di Deli mencapai puncak kejayaannya. Setelah Jacob NienhuysJacob Nienhuys mendirikan perusahaan perkebunan tembakau Deli Maatschappij pada 1863, Medan berkembang pesat sebagai pusat perdagangan hasil bumi, terutama tembakau, karet, dan kelapa sawit.

Kesawan menjadi kawasan utama tempat para pedagang dari berbagai etnis Eropa, Tionghoa, India, dan pribumi, menjalankan bisnis mereka. Belanda membangun infrastruktur modern, seperti kantor pemerintahan, bank, hotel, serta pertokoan yang masih bisa dilihat hingga kini.

Pada masa itu, Jalan Kesawan dikenal sebagai Handelstraat atau “Jalan Perdagangan” atau Jalan Perniagaan (Belanda) pada masa itu karena menjadi pusat ekonomi yang menghubungkan Medan dengan dunia luar. Kawasan ini menjadi titik pertemuan pedagang dari berbagai penjuru dunia, menjadikannya pusat aktivitas ekonomi terbesar di Sumatera.

Bangunan-Bangunan Bersejarah di Kesawan

Hingga kini, banyak bangunan peninggalan kolonial di Jalan Kesawan yang masih berdiri, beberapa di antaranya bahkan masih berfungsi sebagai pusat bisnis dan wisata. Berikut beberapa bangunan bersejarah di kawasan Kesawan:

1. Rumah Tjong A Fie

Salah satu bangunan paling ikonik di Jalan Kesawan adalah rumah Tjong A Fie, yang kini menjadi museum. Tjong A Fie adalah seorang saudagar Tionghoa yang sangat berpengaruh di Medan pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Ia dikenal sebagai filantropis dan tokoh pembangunan kota, membangun berbagai fasilitas umum seperti rumah sakit, klenteng, dan jalan. Rumahnya yang berarsitektur perpaduan Tionghoa, Melayu, dan Eropa ini menjadi simbol kekayaan dan multikulturalisme Kesawan.

2. Gedung Warenhuis

Gedung Warenhuis adalah pusat perbelanjaan pertama di Medan yang dibangun pada awal abad ke-20. Warenhuis berarti “rumah dagang” dalam bahasa Belanda, dan gedung ini merupakan salah satu department store pertama di Indonesia. Kini, bangunan ini sedang dalam tahap revitalisasi untuk dijadikan pusat wisata sejarah dan ekonomi kreatif.

3. Gedung London Sumatera (Lonsum)

Gedung ini didirikan pada 1906 dan merupakan kantor perusahaan perkebunan Inggris, London Sumatra. Arsitekturnya yang megah dengan gaya kolonial Eropa membuatnya tetap menjadi landmark Kesawan hingga sekarang. Saat ini, gedung ini menjadi kantor salah satu perusahaan perkebunan terbesar di Indonesia.

4. Hotel De Boer (sekarang Grand Inna Medan)

Dulu, Hotel De Boer adalah hotel termewah di Medan yang menjadi tempat menginap para pejabat Hindia Belanda dan tamu penting dari luar negeri. Dibangun pada tahun 1898 oleh Herman de Boer,Herman de Boer, hotel ini memiliki arsitektur khas kolonial yang masih bertahan hingga kini meskipun telah beberapa kali mengalami renovasi.

5. Kantor Pos Medan

Terletak tidak jauh dari Kesawan, Kantor Pos Medan yang berdiri sejak 1911 adalah salah satu contoh arsitektur kolonial Belanda yang masih berfungsi hingga kini. Bangunan ini tetap menjadi kantor pos utama di Medan dan menjadi salah satu ikon kota.

Kesawan, Pusat Interaksi Multikultural

Sejak masa kolonial, Kesawan sudah menjadi kawasan multietnis di mana orang Eropa, Tionghoa, India, dan Melayu hidup berdampingan. Keberagaman ini tercermin dalam arsitektur, kuliner, dan budaya yang masih bertahan hingga saat ini.

Budaya Tionghoa sangat kuat di Kesawan, terutama karena banyak pedagang Tionghoa yang memiliki toko di sepanjang jalan ini. Hingga kini, banyak ruko tua yang masih berfungsi sebagai pusat perdagangan.

Budaya Eropa terlihat dari gedung-gedung kolonial yang masih berdiri, menunjukkan jejak dominasi Belanda di masa lalu.

Budaya India hadir melalui keberadaan Kampung Madras yang tidak jauh dari Kesawan, yang menjadi pusat komunitas Tamil di Medan sejak abad ke-19.

Budaya Melayu dan Batak juga berperan dalam perkembangan Kesawan, terutama dalam perdagangan dan administrasi pemerintahan.

Penurunan dan Revitalisasi Kesawan

Setelah kemerdekaan Indonesia, Kesawan mulai kehilangan perannya sebagai pusat perdagangan utama karena perkembangan kota yang semakin meluas. Banyak bangunan tua yang terbengkalai atau berubah fungsi menjadi tempat usaha modern.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ada upaya serius untuk menghidupkan kembali Kesawan sebagai pusat wisata sejarah dan ekonomi kreatif. Beberapa langkah yang telah dilakukan, Program Kesawan City Walk, Pemerintah Kota Medan merancang Kesawan sebagai kawasan wisata sejarah dan kuliner, yang diharapkan dapat menarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Revitalisasi Bangunan Bersejarah, Gedung Warenhuis dan beberapa bangunan tua lainnya mulai direnovasi agar tetap bisa digunakan tanpa kehilangan nilai sejarahnya. Festival Budaya Kesawan, Acara ini digelar untuk memperkenalkan kembali kekayaan sejarah dan budaya kawasan ini kepada masyarakat.

Kesawan, Warisan Sejarah yang Harus Dijaga

Jalan Kesawan bukan sekadar jalan tua di Medan, tetapi pusat sejarah yang menjadi saksi perkembangan kota ini dari masa kolonial hingga era modern. Bangunan-bangunan bersejarah, kisah-kisah saudagar besar, serta interaksi budaya yang terjadi di kawasan ini menjadikannya salah satu aset berharga yang harus dilestarikan.

Sebagai warga Medan, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat kawasan Kesawan, agar tetap menjadi kebanggaan kota dan warisan yang dapat diceritakan kepada generasi mendatang. Dengan revitalisasi yang tepat, Kesawan bisa kembali menjadi jantung budaya dan ekonomi kreatif Medan, sebagaimana pernah terjadi di masa lalu. (Red/*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini