spot_img
BerandaBerita/DaerahKeterbukaan Semu, Permohonan Masyarakat atas Informasi Publik PT. DPM, Masih Buntu

Keterbukaan Semu, Permohonan Masyarakat atas Informasi Publik PT. DPM, Masih Buntu

IMG 20200311 WA0104
Juniaty Aritonang saat Konfrensi Pers, Rabu (11/3/2020) di D’Caldera Cofee Medan
Foto : Ist

Kopi-times.com | Medan :
Juniaty Aritonang dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) menyebutkan, watak badan publik belum berubah sejak dulu, permohonan masyarakat informasi dokumen perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional menemui jalan buntu.

“Sejak tahun lalu 2019, Warga Dairi meminta salinan dokumen perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka PMA) untuk pengusahaan mineral tersebut atau biasa disebut dengan Kontrak Karya (KK) Pertambangan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Men-ESDM RI) sebagai pihak yang menguasai seluruh dokumen tersebut”, sebut Juniaty Aritonang kepada Kopi-times.com dalam relisnya Rabu (11/3/2020) di Medan.

Salinan dokumen perizinan kontrak karya pertambangan yang diminta yakni milik perusahaan tambang seng dan timah hitam PT. Dairi Prima Mineral (DPM) yang berlokasi di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara, dan Provinsi Nangro Aceh Darussalam (NAD) melalui mekanisme permohonan informasi publik.

Akan tetapi, permohonan informasi tersebut menemui jalan buntu, watak badan publik (Men-ESDM RI) masih sama, tidak berubah sejak dulu yakni menutup-nutupi informasi publik meskipun Indonesia telah memiliki Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik sejak 12 (dua belas) tahun yang lalu yakni Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik pada Pasal 11 ayat (1) huruf e menyatakan, Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat salah satunya yaitu perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga.

“Akibat dari watak Men-ESDM RI menutup-nutupi informasi publik maka sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, kasus ini secara resmi didaftarkan sengketa di Komisi Informasi Pusat di Jakarta pada September 2019 dengan akta registerasi sengketa nomor : 039/REG-PSI/VIII/2019. Namun, sejak didaftarkan, hingga tanggal 09 Maret 2020 Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat (MK KIP) belum juga menjadwalkan upaya penyelesaian sengketa informasi publik tersebut”, tegas Juniaty Aritonang.

Menurutnya, permohonan informasi ini didasari atas keingintahuan warga yang menolak hadirnya pertambangan di ruang hidup mereka. Warga khawatir PT. DPM nantinya hanya akan memproduksi kerusakan yang terus membesar dan meluas.

Penolakan warga di dasari oleh berbagai hal diantaranya, Operasi pertambangan diduga akan meningkatkan kerawanan bencana karena lokasi tambang berada di atas kawasan rawan bencana gempa dikenal dengan nama patahan renun.

Perizinan dan kontrak tidak transparan dan lokasi pertambangan berada di kawasan padat pemukiman, kebun-kebun warga, dan Daerah Aliran Sungai yang menjadi air warga setempat hingga ke Aceh Singkil.

“Perizinan dan kontrak tidak transparan, berada di kawasan hutan lindung, melanggar berbagai peraturan yang terkait dengan kehutanan dan juga mengancam ekosistem danau Toba.” tutup Juniaty Aritonang. (Rel)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini