Kamis, November 14, 2024
spot_img

Membongkar Mitos 350 Tahun Penjajahan, Kesadaran Baru dalam Sejarah Indonesia

Membongkar Mitos 350 Tahun Penjajahan: Kesadaran Baru dalam Sejarah Indonesia/gambar :ist/kopitimes

 

Oleh : Hery Buha Manalu, Dosen STT Paulus Medan, Pemerhati Budaya Lingkungan

Membongkar mitos 350 tahun penjajahan, di negeri ini dan sebuah analisis untuk kesadaran baru dalam sejarah Indonesia. Dimana selama bertahun-tahun, masyarakat Indonesia hidup dengan narasi bahwa negeri ini dijajah oleh Belanda selama 350 tahun. Cerita ini begitu melekat dalam memori kolektif bangsa, seolah-olah menjadi bagian dari identitas nasional yang tak terpisahkan. Namun, apakah benar Indonesia berada di bawah cengkeraman Belanda selama tiga setengah abad? Dilansir dari CNBC Indonesia, mari kita telusuri lebih dalam mengenai mitos ini dan bagaimana seorang ahli hukum bernama Gertrudes Johannes Resink berhasil mengubah cara pandang kita terhadap sejarah kolonialisme di Indonesia.

Narasi yang kita kenal selama ini bersumber dari perhitungan sederhana: sejak kedatangan Belanda pertama kali di Nusantara pada tahun 1596 hingga proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, terhitung 349 tahun. Pemahaman ini kemudian disederhanakan menjadi 350 tahun penjajahan, sebuah angka yang sering kali digunakan untuk menunjukkan betapa lamanya Indonesia berada di bawah kekuasaan asing. Namun, pendekatan seperti ini terlalu simplistik dan mengabaikan kompleksitas sejarah yang sesungguhnya.

Gertrudes Johannes Resink, seorang ahli hukum yang juga tertarik pada sejarah, mulai meragukan narasi ini. Pada tahun 1968, ia menerbitkan karya berjudul Indonesia’s History Between the Myths: Essays in Legal History and Historical Theory. Dalam buku ini, Resink mengajak kita untuk melihat sejarah dari sudut pandang yang berbeda, berdasarkan dokumen-dokumen hukum dan perjanjian yang menunjukkan hubungan antara Belanda dan kerajaan-kerajaan di Nusantara.

Pertama-tama, penting untuk dipahami bahwa kedatangan Belanda di Indonesia pada abad ke-16 tidak serta merta diiringi oleh niat untuk menjajah. Mereka datang dengan tujuan berdagang, dan baru kemudian, melalui serangkaian proses politik dan ekonomi yang rumit, kolonialisme terbentuk. Namun, meskipun Belanda memiliki kehadiran di Nusantara, tidak berarti seluruh wilayah Indonesia berada di bawah kekuasaan mereka dalam satu waktu yang bersamaan.

Faktanya, hingga akhir abad ke-19, banyak wilayah di Indonesia yang masih merdeka dari kontrol Belanda. Resink menemukan bahwa kerajaan-kerajaan lokal, seperti Aceh, Bone, dan Klungkung, Bali, baru ditaklukkan pada awal abad ke-20, tepatnya setelah tahun 1900. Sebelum itu, kerajaan-kerajaan ini masih menjalin hubungan diplomatik dengan bangsa lain secara independen, tanpa campur tangan pemerintahan kolonial. Hal ini menunjukkan bahwa klaim penjajahan selama 350 tahun adalah berlebihan dan tidak akurat.

Resink menunjukkan bahwa kekuasaan penuh Belanda atas seluruh wilayah Indonesia baru terjadi pada awal abad ke-20. Misalnya, Aceh baru ditaklukkan pada tahun 1903, Bone pada tahun 1905, dan Klungkung, Bali, pada tahun 1908. Jika kita menghitung dari saat ini, maka sebenarnya masa penjajahan Belanda di Indonesia hanya berlangsung sekitar 37 tahun, bukan 350 tahun seperti yang selama ini dipercaya.

Lalu, mengapa Belanda tetap mengklaim telah menjajah Indonesia selama 350 tahun? Resink berpendapat bahwa klaim ini lebih merupakan strategi politik dan psikologis. Pada tahun 1936, Gubernur Jenderal Belanda, de Jonge, dengan bangga menyatakan bahwa Belanda telah menjajah Indonesia selama 300 tahun. Pernyataan ini bukan hanya untuk menunjukkan kekuatan Belanda, tetapi juga untuk menciptakan kesan bahwa penjajahan mereka sudah begitu lama dan mendalam, seolah-olah tidak terhindarkan.

Namun, klaim ini sebenarnya jauh dari kebenaran. Hingga tahun 1900-an, Belanda belum sepenuhnya menguasai seluruh wilayah Indonesia. Banyak wilayah masih mempertahankan kedaulatannya dan hanya secara bertahap ditaklukkan oleh Belanda setelah serangkaian perang dan perlawanan. Kesadaran akan fakta ini penting untuk memperbaiki pemahaman kita tentang sejarah kolonialisme di Indonesia.

Gertrudes Johannes Resink, dengan penelitian dan analisisnya yang mendalam, berhasil membuka mata banyak orang tentang kekeliruan narasi 350 tahun penjajahan. Berkat jasanya, Resink dihormati di Indonesia dan bahkan diberi kewarganegaraan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1950. Namun, meskipun mitos ini telah dipatahkan, banyak orang Indonesia yang masih memegang teguh keyakinan bahwa negeri ini dijajah selama 350 tahun. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya narasi yang telah dibentuk selama berabad-abad dan betapa sulitnya untuk mengubah pemahaman yang sudah mengakar dalam kesadaran kolektif.

Mengapa penting bagi kita untuk memahami sejarah dengan lebih akurat? Karena kesadaran sejarah yang benar akan membantu kita memahami identitas nasional kita dengan lebih baik. Narasi sejarah yang keliru dapat membentuk sikap dan pandangan yang tidak berdasar, yang pada akhirnya mempengaruhi bagaimana kita melihat diri kita sebagai bangsa. Dengan membongkar mitos 350 tahun penjajahan, kita dapat membangun kesadaran kebangsaan yang lebih kuat, berdasarkan fakta dan kebenaran sejarah.

Kesimpulannya, narasi 350 tahun penjajahan adalah sebuah mitos yang perlu diluruskan. Sejarah yang lebih akurat menunjukkan bahwa Belanda baru sepenuhnya menjajah Indonesia selama kurang lebih 37 tahun. Kesadaran akan hal ini penting bagi kita sebagai bangsa, untuk membangun identitas nasional yang lebih berlandaskan pada fakta sejarah yang benar. Gertrudes Johannes Resink telah memberi kita alat untuk melihat sejarah dengan lebih kritis, dan tugas kita sekarang adalah menggunakan pemahaman ini untuk memperkuat kesadaran kebangsaan kita. (Red/*)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Latest Articles