Ilustrasi : Ist
Kopi-times.com-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung mengkaji pelaksanaan program kartu prakerja. Dari kajian yang dilakukan, KPK menyebut metode pelaksanaan program pelatihan program kartu prakerja yang dilakukan secara daring tak efektif dan bahkan berpotensi merugikan negara.
“Metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, baru-baru ini.
Diketahui, pelaksanaan program kartu prakerja berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 26 Februari 2020. Dalam situasi pandemi Covid-19, program ini diharapkan menjadi instrumen untuk penyaluran bantuan sosial dengan anggaran yang dikucurkan sebesar Rp 20 triliun dan target peserta sebesar
5,6 juta orang.
Anggaran tersebut terdiri dari total insentif pascapelatihan sebesar Rp 2.400.000 per orang, insentif survei kebekerjaan sebesar Rp 150.000 per orang, dan bantuan pelatihan sebesar Rp 1.000.000 per orang.
Alex, sapaan Alexander Marwata, mengatakan, metode pelatihan secara daring tidak efektif dan merugikan negara karena hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.
Selain itu, dari 1.895 pelatihan yang tayang dalam program kartu prakerja, hanya 24% atau sekitar 457 pelatihan yang memenuhi syarat sebagai materi pelatihan. Selanjutnya, dari 457 pelatihan itu, hanya 55% dari 457 pelatihan yang dapat diberikan secara daring.
“Sisanya harus dilakukan secara offline dan kombinasi,” katanya.
Dalam kajian ini, KPK juga menemukan lembaga pelatihan telah menerbitkan sertifikat meski peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih.
“Peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta,” kata Alex.
Atas temuan-temuan tersebut, KPK merekomendasikan agar pelaksanaan pelatihan metode daring dilakukan secara interaktif untuk menjamin peserta menyelesaikan seluruh paket pelatihan.
KPK juga meminta manajemen pelaksana memperbaiki sistem untuk menjamin terlaksananya sistem pelatihan dan pembayaran insentif sesuai dengan Permenko Nomor 03 Tahun 2020. Terkait konten pelatihan, KPK merekomendasikan manajemen pelaksana untuk menyusun kurasi materi pelatihan dalam bentuk petunjuk teknis dengan melibatkan ahli yang kompeten.
Selain itu, manajemenm pelaksana wajib memastikan bahwa materi pelatihan tidak tersedia secara gratis di internet.
“KPK juga merekomendasikan Pelibatan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dalam penyusunan standar materi pelatihan dan sertifikasi pelaksana program,” katanya. (Rel)