Oleh : Hery Buha Manalu
Natal, 25 Desember kembali hadir di negeri penghasil kopi yang tanahnya kian rapuh. Di banyak tempat, aroma kopi Indonesia masih menguar dari dapur-dapur sederhana dan warung pinggir jalan. Namun, di saat yang sama, hutan digunduli, tanah dilukai, dan ruang hidup rakyat makin menyempit. Natal tahun ini sulit dirayakan hanya dengan senyum. Ia menuntut sikap.
Bagi kami di KopiTimes.id, kopi bukan sekadar minuman. Ia adalah lanskap sosial, budaya kerja, dan ekologi hidup. Kopi tumbuh dari tanah yang sehat, air yang bersih, dan hutan yang terjaga. Ketika alam dirusak atas nama pertumbuhan ekonomi, kopi, dan kehidupan di sekitarnya, ikut terancam. Karena itu, berbicara tentang kopi berarti berbicara tentang keadilan. Natal selalu mengajarkan ironi yang tajam. Sang Juruselamat lahir bukan di istana, melainkan di palungan. Pesannya jelas, keberpihakan Tuhan ada pada yang kecil, yang tersingkir, dan yang dilupakan. Dalam konteks hari ini, palungan itu menjelma ladang kopi petani kecil, hutan adat yang dirampas, dan desa-desa yang dikorbankan demi proyek besar. Di sanalah Natal seharusnya kita rayakan, bukan hanya di altar, tetapi dalam keberpihakan nyata.
Sebagai media, kami memilih jalan kata. Menulis adalah bentuk protes yang sah dan bermartabat. Di negeri yang kerap alergi kritik, tulisan menjadi ruang perlawanan yang tersisa. Bukan untuk menghasut, melainkan untuk mengingatkan, pembangunan tanpa etika ekologis adalah bencana yang ditunda. Natal memberi energi moral agar kritik tidak berubah menjadi kebencian, tetapi tetap berakar pada cinta akan bangsa dan alam Indonesia.


Budaya ngopi mengajarkan dialog. Di meja kopi, orang duduk setara, berbagi cerita, dan berdebat tanpa harus saling meniadakan. Dari ruang-ruang kecil itulah kesadaran tumbuh. Para pencinta kopi sesungguhnya adalah penjaga nurani, mereka yang paham bahwa secangkir kopi enak tidak lahir dari tanah yang rusak dan buruh yang ditindas
Natal tidak membutuhkan seremoni berlebihan. Ia membutuhkan keberanian moral. Keberanian untuk mengatakan cukup pada keserakahan, berpihak pada keberlanjutan, dan membela mereka yang hidupnya tergantung pada alam. Iman tanpa keadilan ekologis hanyalah hiasan. Cinta pada bangsa tanpa perlindungan alam adalah ilusi.
Dari redaksi KopiTimes.id, kami menyampaikan salam Natal kepada para sahabat kopi di seluruh Nusantara. Tetaplah hangat, tetap kritis. Rawatlah harapan seperti merawat kopi, sabar, setia, dan penuh tanggung jawab. Sebab masa depan Indonesia, seperti secangkir kopi yang baik, ditentukan sejak dari tanah tempat ia tumbuh. (Red/*)



