spot_img
BerandaAkademikaPembelajaran Diferensiasi Perkuat Devosi Bunda Maria di Sekolah Dasar, Studi Murniati Barus...

Pembelajaran Diferensiasi Perkuat Devosi Bunda Maria di Sekolah Dasar, Studi Murniati Barus di STT Paulus Medan

Kopi Times | Medan :

Pendidikan agama bukan hanya soal pengetahuan, melainkan tentang menanamkan nilai dan menghidupkan iman sejak dini. Inilah benang merah yang tampak kuat dalam disertasi Murniati Barus, mahasiswa program pascasarjana Sekolah Tinggi Teologi (STT) Paulus Medan, yang baru saja menjalani sidang meja hijau membahas Devosi Bunda Maria. Di hadapan tiga dosen penguji, Dr. Hery Buha Manalu, S.Sos., M.Mis., Dr. Jauhari Manik, M.Pd.K., dan Dr. Ivo Siregar, M.M., M.Th.

Murniati memaparkan hasil penelitiannya yang bertajuk, pelayanan devosi tentang “Penerapan Pembelajaran Diferensiasi Sebagai Penguatan Terhadap Devosi Bunda Maria pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Siswa Kelas 4 SD di Kecamatan Stabat.”, dengan promotor Dr. Adolfina Elisabeth Koamesakh, M.Hum., M Th Jumat (8/8/2025)

Pembelajaran Diferensiasi Perkuat Devosi Bunda Maria di Sekolah Dasar, Studi Murniati Barus di STT Paulus Medan
Murniati memaparkan hasil penelitiannya yang bertajukbertajuk, “Penerapan Pembelajaran Diferensiasi Sebagai Penguatan Terhadap Devosi Bunda Maria pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Siswa Kelas 4 SD di Kecamatan Stabat.”/foto;Kopitimes

Memahami Devosi Sejak Usia Dini

Dalam sidangnya, Murniati menegaskan bahwa pendidikan iman agama Katolik di tingkat sekolah dasar memainkan peran strategis dalam pembentukan karakter iman anak. Khususnya dalam menanamkan devosi kepada Bunda Maria, salah satu praktik spiritual yang sangat khas dalam tradisi Katolik.

Coffee banner ads with 3d illustratin latte and woodcut style decorations on kraft paper background

Namun, menurutnya, tantangan muncul karena setiap siswa memiliki latar belakang, cara belajar, dan kedewasaan rohani yang berbeda. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran yang seragam seringkali kurang efektif.

Di sinilah pembelajaran diferensiasi menjadi penting. Metode ini mendorong guru untuk menyesuaikan cara mengajar sesuai dengan kebutuhan, minat, dan gaya belajar siswa. “Anak-anak kelas 4 SD masih dalam proses memahami iman secara emosional dan spiritual. Maka dibutuhkan pendekatan yang lembut, fleksibel, dan menyentuh sisi afektif mereka,” ujar Murniati.

Studi Lapangan di Stabat

Penelitian ini dilakukan di tiga sekolah dasar di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, dengan melibatkan 13 siswa kelas 4 sebagai partisipan. Menggunakan metode kualitatif deskriptif, Murniati mengumpulkan data melalui wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan melalui proses reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan secara sistematis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran diferensiasi ternyata mampu meningkatkan minat dan partisipasi siswa dalam praktik devosi kepada Bunda Maria. “Siswa menjadi lebih aktif dan antusias. Mereka senang saat guru menyajikan pelajaran dengan cara yang menyentuh hati dan sesuai dengan dunia mereka,” jelasnya.

Beberapa bentuk devosi yang muncul sebagai hasil pembelajaran ini meliputi doa Rosario, doa Novena, kunjungan ke gua Maria, serta peneladanan karakter Bunda Maria dalam kehidupan sehari-hari. Lebih dari sekadar kegiatan rutin, anak-anak melakukannya dengan semangat dan kerinduan untuk mengenal Bunda Maria lebih dekat.

Pembelajaran yang Menyentuh Hati

Menurut Murniati, inti dari pembelajaran diferensiasi terletak pada kesadaran guru untuk melihat setiap anak sebagai pribadi yang unik. Dalam konteks pendidikan iman, ini berarti guru tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga pendamping rohani.

“Ketika guru mampu menyentuh aspek afektif dan spiritual siswa, maka pembelajaran agama menjadi hidup. Anak-anak bukan hanya tahu tentang Maria, tapi mencintainya,” tuturnya.

Hal ini sejalan dengan visi pendidikan Katolik yang menekankan pembentukan pribadi seutuhnya, pikiran, hati, dan jiwa. Dengan pembelajaran diferensiasi, siswa bukan hanya terlibat secara kognitif, tetapi juga tergerak secara spiritual.

Guru pun merasa lebih bebas dan kreatif dalam menyampaikan pelajaran, karena mereka tidak terikat pada metode tunggal, melainkan terbuka untuk berbagai cara yang relevan dan kontekstual.

Perlu Pelatihan Guru Berkelanjutan

Namun, keberhasilan metode ini juga bergantung pada kompetensi dan kesiapan guru. Oleh karena itu, Murniati menekankan pentingnya pelatihan berkelanjutan bagi para pendidik Katolik, khususnya dalam hal penerapan pembelajaran diferensiasi yang fokus pada penguatan devosi.

“Guru perlu dibekali bukan hanya secara pedagogis, tapi juga secara teologis. Mereka harus memahami makna spiritual dari devosi dan bagaimana menyampaikannya dengan cara yang mengena bagi anak-anak,” tegasnya.

Pelatihan semacam ini juga menjadi ruang kolaborasi antarguru untuk saling berbagi pengalaman, metode, dan refleksi iman. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran diferensiasi bisa diterapkan secara lebih luas dan konsisten di berbagai sekolah Katolik.

Pendidikan yang Menyatu dengan Iman

Penelitian Murniati Barus menyajikan gambaran nyata bahwa ketika metode pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan anak, maka pendidikan agama dapat menjadi pengalaman yang membentuk dan menghidupkan iman.

Devosi kepada Bunda Maria bukan hanya dipelajari, tetapi dihayati. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran diferensiasi bukan sekadar strategi pengajaran, melainkan jembatan menuju pertumbuhan spiritual anak-anak Katolik sejak dini.

Disertasi ini memberi kontribusi penting bagi dunia pendidikan agama Katolik di Indonesia, khususnya dalam konteks pembinaan iman anak-anak di tingkat sekolah dasar.

Lebih dari itu, ia mengajak kita semua, pendidik, orang tua, dan Gereja, untuk terus mencari cara baru agar pewartaan iman menjadi semakin relevan, menyentuh hati, dan menumbuhkan cinta yang mendalam kepada Bunda Maria dan Yesus Kristus. (Hery Buha)

Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini