spot_img
BerandaAkademika/KebangsaanPendidikan Politik dan Perkembangannya

Pendidikan Politik dan Perkembangannya

download 1

Foto : Ist

Kopi Times – Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam sistem sosial politik di suatu negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Keduanya bahu-membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat di suatu negara. Lebih dari itu, keduanya satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi. 

Lembaga-lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat di negara tersebut. Begitu juga sebaliknya, lembaga-lembaga dan proses politik di suatu negara membawa dampak besar pada karakteristik pendidikan yang ada di negara tersebut.

Pemaparan di atas telah menggambarkan secara jelas bahwa terdapat hubungan yang erat dan dinamis antara pendidikan dan politik di setiap negara. Hubungan tersebut adalah realitas empiris yang telah terjadi sejak awal perkembangan peradaban manusia dan menarik perhatian banyak kalangan.

a. Perkembangan Pendidikan Politik di Dunia Barat di negara-negara Barat, kajian tentang hubungan antara pendidikan dan politik telah dimulai oleh Plato dalam bukunya Republic. Plato merancang suatu sistem pendidikan yang bukan hanya menghasilkan suatu pandangan yang benar dan pemikiran yang tepat mengenai para pemimpin di masa datang, namun juga mengadakan seleksi terhadap orang-orang yang seharusnya tidak dapat dipilih menjadi pemimpin. 

Menurut Plato, sekolah adalah salah satu aspek kehidupan yang terkait dengan lembaga-lembaga politik. Plato menjelaskan bahwa setiap budaya mempertahankan kontrol atas pendidikan. Kontrol tersebut terletak di tangan kelompok-kelompok elite yang secara terus menerus menguasai kekuasaan politik, ekonomi, agama, dan pendidikan. Plato menggambarkan adanya hubungan dinamis antara aktivitas kependidikan dan aktititas politik. Walaupun secara umum dan singkat, analisis Plato tersebut telah meletakkan dasar bagi kajian hubungan politik dan pendidikan di kalangan ilmuwan ke generasi berikutnya.

Perkembangan dari pendidikan politik yang dilaksanakan secara universal pernah terjadi di Inggris pada abad 19. Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya persaingan di bidang ekonomi dan industri telah menjadi alasan untuk menciptakan suatu masyarakat yang lebih berpendidikan. Selama ini, sistem pendidikan di Inggris dianggap gagal dan tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. 

Semuanya itu terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Inggris yang diwarnai dengan banyaknya pengntiguran, generasi muda yang tidak dapat diatur, dan lunturnya rasa kebersamaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah Inggris berusaha untuk mengembangkan sistem pendidikan yang mampu mengajarkan rasa hormat yang lebih baik kepada orang lain, rasa penerimaan terhadap kekuasaan, dan terciptanya suatu masyarakat yang terbiasa hidup disiplin. 

Sistem pendidikan yang berlaku saat itu adalah sistem pendidikan liberal dalam tradisi pendidikan, liberal, ilmu politik menjadi tidak relevan. Sistem pendidikan ini beranggapan bahwa berbagai konsep dan kegiatan politik tidak layak untuk diperkenalkan pada murid-murid sekolah. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan politik diajarkan secara sembunyi-sembunyi.

Pendidikan politik dengan berbagai muatannya pernah menimbulkan perdebatan tersendiri di kalangan para ahli pendidikan maupun ahli politik di Inggris. Terdapat golongan yang mendukung dan juga golongan yang menentang Argumen-argumen yang mendukung pendidikan politik datang. baik dari golongan kanan maupun dari golongan kiri dunia politik. 

Tokoh-tokoh yang mendukung keberadaan pendidikan politik antara lain Nicholas Haines, Denis Heater, Robert Stradling, Robert Dunn, dan Profesor Ridley. Sedangkan tokoh-tokoh yang menentang pelaksanaan pendidikan politik di persekolahan antara lain adalah Samuel Beers, Roger Scruton, Sir Karl Popper, Michael Oakeshott, dan Michael Polanyi.

Argumen yang sangat mendukung keberadaan pendidikan politik datang dan Denis Heater. Heater mengemukakan bahwa golongan orang dewasa seharusnya dapat membuat pilihan dan sudah siap untuk ambil bagian dalam beberapa kegiatan politik di dalam suatu sistem demokrasi yang representatif. 

Untuk itu, pendidikan politik harus diperkenalkan sejak dini agar mereka sudah sangat memahami prosedur politik yang benar pada saat dewasa nanti. Untuk mendapatkan hal tersebut, anak-anak bukan hanya harus diajarkan politik dan diberi keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi melainkan juga harus diperbolehkan untuk ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan. Kesemuanya itu dapat dilakukan dalam lingkup lembaga kecil, salah satunya yaitu sekolah.

Pendapat Denis Heater tersebut sangat berlawanan dengan argumentasi yang datang dari Michael Oakeshott dan Michael Polanyi yang menyatakan hahwa sangat ganjil mengajarkan keahlian berpolitik kepada generasi muda. Oakeshott menegaskan bahwa dalam mempelajari muatan dari suatu mata pelajaran membutuhkan proses yang lain. Ketika masuk universitas maka, barulah siswa mulai dapat memberikan kritik dan kontribusi mereka terhadap mata pelajaran tersebut. Jadi, ide bahwa murid dapat atau bahkan harus belajar kritis sejak dini hanyalah omong kosong belaka.

Argumentasi yang sama juga berlaku untuk politik. Oakeshott ; Robert Brownhill, 1989:16) menyatakan bahwa “polities is an art which it e can only gradually learn through experiences and by watching and listening to others. Keahlian dan pengetahuan tidak diberikan secara langsung oleh guru di sekolah, namun didapat oleh murid dengan cara memperhatikan, mendengarkan, dan akhirnya mempraktekkannya. Jadi, pada dasarnya kemampuan memahami dan mempraktikkan politik hanya dapat diperoleh melalui pengalaman di dalam suatu tatanan politik dengan cara berlatih sebagai pemula terlebih dahulu.

Dalam artian yang, lehih luas, para penentang pendidikan politik mengatakan bahwa para pendukung pendidikan politik di sekolah kurang memahami tidak hanya sifat proses belajar saja namun juga sifat dunia politik. Usaha untuk menyelenggarakan pendidikan politik secara langsung dianggap kurang tepat. Pendidikan politik di sekolah hanya akan mengajarkan prinsip-­prinsip dan nilai-nilai politik yang kurang begitu dipahami dan juga sikap kritis tanpa dilandasi pemahaman tentang apa yang dikritiknya tersebut.

Pro dan kontra yang terjadi di Inggris dalam memperdebatkan keberadaan pendidikan politik tidak dapat kita lepaskan dari bentuk pemerintahan negara Inggris yang mengambil model demokrasi representatif Inggris sebagai negara demokrasi dengan model representatif tentunya mencoba untuk mengajarkan warga negaranya agar dapat berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan politik. 

Hal tersebut penting dilakukan untuk mendukung dan mempertahankan jalannya pemerintahan. Namun, di kalangan para ahli sendiri masih tersimpan pertanyaan besar, apakah usaha untuk menanamkan kesadaran berpolitik tersebut harus dilakukan melalui jalur sekolah ataukah tidak?

b. Perkembangan Pendidikan Politik di Dunia Islam Keterkaitan yang lebih jelas antara pendidikan dan politik dapat kita lihat di dunia Islam. Sejarah peradaban Islam banyak ditandai oleh kesungguhan ulama dan umara dalam memperhatikan persoalan pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh M. Sirozi (2005:3) bahwa “perkembangan kegiatan-kegiatan kependidikan banyak dipengaruhi oleh para penguasa dan para penguasa memerlukan dukungan institusi-institusi pendidikan untuk membenarkan dan mempertahankan kekuasaan mereka. 

Berdasarkan pendapat di atas, dapat terlihat bahwa institusi politik pada waktu itu turut mewarnai corak pendidikan yang berkembang. Keterlibatan penguasa dalam kegiatan pendidikan tidak hanya sebatas dukungan moril saja, namun juga dalam bidang administrasi, keuangan, dan kurikulum.

Masjid-masjid dan madrasah yang pada waktu itu sering dijadikan tempat belajar ilmu Islam tidak luput dari pengaruh institusi politik. Peranan yang dimainkan oleh masjid-masjid dan madrasah dijadikan fondasi untuk mendukung kokohnya kekuasaan politik para penguasa.

Kedudukan politik di dalarn Islam sama pentingnya dengan pendidikan. Tanpa otoritas politik, syariat Islam sangat sulit bahkan mustahil untuk bisa ditegakkan. Kekuasaan adalah sarana untuk mempertahankan syiar Islam. Di lain pihak, pendidikan bergerak dalam usaha untuk menyadarkan umat untuk menjalankan syariat. Umat tidak akan mengerti tentang syariat bila tanpa pendidikan. Bila politik (kekuasaan) berfungsi mengayomi dari atas, maka pendidikan melakukan pembenahan lewat arus bawah.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa lembaga pendidikan adalah sarana dakwah. Pendidikan sering dijadikan media dan wadah untuk menanamkan ideolodi negara atau tulang yang menopang kerangka politik. Pendidikan Islam tidak hanya berjasa menghasilkan para pejuang yang militan dalam memperluas peta kekuasaan namun juga para ulama yang berhasil membangun tatanan masyarakat yang sadar hukum dan taat pada pemerintah.

c. Perkembangan Pendidikan Politik di Indonesia

Di Indonesia, kepedulian terhadap hubungan pendidikan dan politik sudah mulai herkembang dalam wacana publik. Walaupun belum menjadi satu bidang kajian akademik. Publikasi berbagai seminar ataupun diskusi yang mengangkat tema tentang pendidikan dan politik masih kurang terdengar. 

Andaipun ada, fokus bahasannya belum begitu menyentuh aspek-aspek substantif hubungan politik dan pendidikan, hanya masih di seputar aspek-aspek ideologis politik pendidikan. Walaupun demikian, keyakinan akan adanya hubungan yang tak terpisahkan antara politik dan pendidikan sudah mulai terbentuk.

Mochtar Buchori (M. Shirozi, 2005:30) mengemukakan bahwa terdapat beberapa pemikiran yang mendukung mulai berkembangnya kesadaran masyarakat terhadap hubungan antara pendidikan dan politik yaitu: Pertama, adanya kesadaran tentang hubungan yang erat antara pendidikan dan politik. Kedua, adanya kesadaran akan peran penting pendidikan dalam menentukan corak dan arah kehidupan politik. Ketiga, adanya kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dan politik. Keempat, diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang politik. Kelima, pentingnya pendidikan kewarganegaraan (civic education).

Penjelasan Muchtar Buchori di atas menggambarkan suatu keyakinan terhadap hubungan erat antara pendidikan dan politik. Terdapat keyakinan yang sangant kuat bahwa melalui pendidikan dapat menghasilkan pemimpin politik yang berkualitas. Paparan penjelasan di atas, pada akhirnya dapat menimbulkan satu pertanyaan mengenai hubungan pendidikan dengan politik. Akankah politik harus memasuki wilayah pendidikan untuk menjalankan fungsi dan tujuannya dan juga sebaliknya? 

Melalui pendidikan seorang siswa akan paham secara tidak langsung mengenai seluk beluk politik. Begitu pula sebaliknya, bahwa dunia politik adalah salah satu sarana untuk rnengaplikasikan berbagai ilmu yang telah didapat siswa melalui dunia pendidikan. Para siswa tidak dapat acuh tak acuh terhadap segala sesuatu yang terjadi di luar dunia sekolahnya.

Sekiranya penjelasan di atas dapat menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang erat dan tak dapat dipisahkan antara pendidikan dan politik. Kedua aspek tersebut memiliki hubungan yang saling memengaruhi dan saling membutuhkan satu sama lain.

Untuk lebih jelas memahami kaitan antara pendidikan politik di jalur persekolahan, akan dipaparkan secara lebih lanjut mengenai konsep pendidikan politik dan Pendidikan Kewarganegaraan dalam bahasan selanjutnya

3. Landasan Hukum Pendidikan Politik

Pendidikan politik merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan hernegara yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terencana. Pelaksanaan pendidikan politik, harus berpegang teguh pada falsafah dan kepribadian bangsa Indonesia. Secara tidak langsung pendidikan politik merupakan bagian integral dari keseluruhan pembangunan bangsa yang dilaksanakan sesuai dengan landasan yang telah mendasari kehidupan bangsa Indonesia.

Berdasarkan Inpres No. 12 tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda (1982:13), maka yang menjadi landasan hukum pendidikan politik adalah sebagai berikut:

Landasan pendidikan politik di Indonesia terdiri dari:

a. landasan ideologis, yaitu Pancasila

b. landasan konstitusi, yaitu UUD 1945

c. landasan operasional, yaitu GBHN

d. landasan historis, yaitu Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan Proklamasi 17 Auustus 1945″.

Landasan yang tersebut di atas merupakan landasan pokok pendidikan politik yang disertai landasan kesejarahan. Hal ini penting karena warga negara terutama siswa harus mengetahui sejarah perjuangan bangsa agar memiliki jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan 1945. (Red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini