Kopi-times.com | Medan :
Saya hanya ingin hidup tentram damai tidak ada lagi masalah, sebut Septiana seorang ibu muda yang disekap bersama bayinya yang masih berumur 1.5 bulan oleh oknum preman di Desa Tanjung Lenggang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Bertahun-tahun ditindas oknum preman, masyarakat Desa Tanjung Lenggang yang senasib sependeritaan akhirnya bersatu melawan premanisme, minta perlindungan hukum atas perlakuan intimidasi dan penyekapan warganya, Senin (20/1/2019) ke kantor LBH Medan Jl. Hindu No. 12 Medan.
Berawal dari adanya peristiwa penyekapan Septiana (14) dan bayinya Muhammad Fahri (usia 1,5 Bulan) yang diduga dilakukan oleh beberapa oknum preman karena alasan hutang piutang suami Septiana yang bernama Memet pada tanggal 09 Januari 2019 sekitar pukul 11.00 WIB digubuk/markas preman tersebut.
Atas peristiwa tersebut masyarakat dari berbagai dusun mendatangi gubuk/markas para preman tersebut dan terjadi kerusuhan antara warga dengan kelompok preman tersebut. Dari peristiwa ini 12 orang anggota masyarakat ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini di tahan di Polda Sumut.
Kemarahan masyarakat desa pun tidak terbendung, ini timbul bukan hanya karena peristiwa penyekapan Septiana bersama anaknya melainkan sudah bertahun-tahun masyarakat diintimidasi, ketakutan dan dirugikan akibat kehadiran para preman tersebut.
Beberapa masyarakat yang turut mendampingi Septiana ke LBH Medan, juga menyebutkan dihadapan wartawan, atas perlakuan para oknum preman mulai dari penganiayaan, perampasan tanah, pemberian denda, pencurian hasil kebun dan ternak bahkan menyiksa telah dilakukan oleh kelompok preman tersebut.
Kepala Divisi Buruh Miskin Kota LBH Medan, Maswan Tambak, SH kepada wartawan juga memaparkan bahwa Septiana dan bayinya umur 1.5 bulan disekap, oknum preman penagih utang berinisial GO.
Maswan memaparkan, penyekapan ditengarai diduga masalah utang piutang suami Septiana bernama Memet ditagih untung sebesar Rp 20 juta hingga akhirnya dilakukan penyekapan dengan tragis tidak diberi makan dan minum.
“Jadi Septiana saat penyekapan tidak diberikan makan dan minum bersama anaknya yang masih berusia 1,5 bulan. Anaknya juga bajunya basah saat dalam penyekapan. Pelaku GO meminta uang kepada korban sebesar Rp 20 juta baru bisa keluar, apabila tidak dibayar jumlah uang tersebut akan terus bertambah,” sebut Maswan Tambak didampingi Direktur LBH Medan Ismail Lubis.
Ia juga menerangkan korban Septiana bisa selamat dari penyekapan tersebut, setelah berusaha melarikan diri dengan menumpangi truk bermuatan batu menuju rumah kades.
“Yang menyelamatkan Septiana warga setelah mengetahui keberadaan di rumah Kepala Desa. Namun GO (pelaku) melarang kades untuk membebaskan korban setelah ada desakan dari warga barulah dibebaskan,” tegas Maswan.
Lebih jauh Maswan Tambak mengungkapkan bertahun-tahun warga di Desa Tanjung Lenggang tidak mendapatkan rasa aman dan tentram dari ancaman premanisme.
Lembaga Batuan Hukum (LBH) Medan atas peristiwa ini meminta atensi kepada pihak terkait terhadap kasus yang menimpah warga Desa Tanjung Lenggang.
“Kami meminta kepada unsur pemerintah mulai dari Presiden RI, DPR RI, Kapolri, Gubernur Sumut, Kapolda Sumut, P2TP2A Sumut, Bupati Langkat, DPRD Langkat dan Kapolres Langkat memberikan atensi khusus terhadap masalah ini,” pungkas Maswan Tambak, SH.
Sementara itu, Septiana dalam testimoninya meminta kasus yang menimpah dirinya segera ditindak lanjutkan. Ia mengaku ingin hidup tentram dan tidak ada lagi masalah.
Kehidupan di Desa Tanjung Lenggang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat masyarakat tidak mendapatkan rasa aman dan tentram karena berbagai ancaman premanisme.
“Saya hanya ingin hidup tentram dan damai tidak ada lagi masalah. Semoga kasus ini segera ditindak lanjutkan,” ucap Septiana. (Red)