Kopi Times | Simalungun :
Sidang praperadilan kasus penculikan Thomson Ambarita, Jonny Ambarita, Parando Tamba dan Giovani Ambarita berlangsung selama 7 hari dan hari ini masuk ke dalam agenda pemeriksaan saksi pemohon dan termohon. Dalam kasus ini yang tergolong adalah pihak kepolisian sektor Simalungun. Persidangan tiap harinya dikawal dengan aksi dari masyarakat adat, mahasiswa dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL. Aksi diwarnai dengan orasi dan panggung rakyat.
Adapun saksi yang dihadirkan oleh pihak pemohon atau kuasa hukum dari 4 masyarakat Sihaporas adalah Dosmar Ambarita, Nurida Napitu dan Anita Simanjuntak. Dosmar Ambarita adalah salah satu korban yang ikut diculik pada 22 Juli 2024 dini hari. Dosmar dibebaskan karena terbukti tidak melakukan tindak pidana apapun. Dosmar ada di rumah tersebut karena kecapekan bertani dan menginap karena besoknya harus bertani kembali. Saat penangkapan, Dosmar mendapatkan kekerasan dipukul dan diinjak punggungnya.
Nurida Napitu adalah istri dari Jonny Ambarita. Nurida menyampaikan kesaksiannya tanpa dimintai sumpah. Ia menyatakan bahwa ia juga mendapatkan kekerasan dari gerombolan orang yang menculik suaminya.
“Saya diinjak punggung saya dan sempat diborgol tapi karena ada yang bilang, perempuan itu. Maka saya dilepaskan. Anak saya yang berusia 10 tahun dan 8 tahun juga mendapatkan kekerasan. Anak saya Arjuna Ambarita dibentak, dibenturkan ke dinding rumah dan dipiting.” ujar Nurida dalam kesaksiannya.
Anita Simanjuntak yang pagi hari ditelpon oleh Nurida hadir disana dan melihat Nurida sudah menangis-nangis dan kedua anaknya ketakutan di pojok ruangan. Mereka merasa ketakutan dan menyampaikan kepada Anita bahwa bapak mereka dibawa orang. Trauma mendalam dirasakan oleh kedua anak tersebut karena sampai ditenangkan, kedua anak tersebut masih gemetar.
Fakta-fakta persidangan menyampaikan bahwa sebelumnya tidak pernah ada surat pemanggilan atau apapun namanya diterima oleh tersangka atas kelakuannya. Belum lagi kekerasan membabi buta tersebut langsung dirasakan dan dilihat oleh saksi yang hadir dalam persidangan.
Kehadiran saksi ahli yakni Prof. Maidin Gultom yang juga Rektor Universitas Katolik St. Thomas Medan sebagai ahli pidana yang dihadirkan oleh pihak termohon. Saat sidang, dalam kesaksiannya, ahli sampaikan bahwa dalam keadaan darurat, penangkapan bisa dilakukan tanpa perlu memperlengkapi surat tugas dan surat perintah sesuai dengan Perkapolri No 6 Tahun 2009. Dalam kesaksiannya, beliau juga sampaikan bahwa dalam keadaan darurat, surat pemanggilan 1,2 dan 3 tak perlu. Karena ini adalah fase panjang berpikir seorang penyidik dalam menghadapi kekhawatiran. Yang mana kekhawatirannya adalah tersangka menghilangkan bukti dan melarikan diri.
Kuasa hukum Thomson Ambarita dan kawan-kawan, Nurleli Sihotang menyampaikan bahwa konsep darurat yang disampaikan oleh ahli tidak relevan dengan penangkapan Thomson dan kawan-kawan.
Thomson Ambarita, Jonny Ambarita, Parando Tamba dan Giovani Ambarita diculik dari rumah mereka pada 22 Juli 2024 pada pukul 03.00 dini hari. Mereka diculik saat sedang tertidur dan penculikan mereka disertai dengan kekerasan yang membabi buta tanpa perlu mengenal identitas orang yang ingin diculik. Setelah diculik masyarakat tidak tahu kemana kelima orang ini dibawa. Sampai akhirnya keluarlah konferensi pers Polres Simalungun pada siang hari menyatakan bahwa Thomson Ambarita, Jonny Ambarita, Parando Tamba dan Giovani Ambarita ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus yang berbeda-beda.(Rel/Pri)