spot_img
BerandaBudayaSitor Situmorang: Budayawan yang Mengabadikan Batak dalam Kata

Sitor Situmorang: Budayawan yang Mengabadikan Batak dalam Kata

Kopi Times | Samosir :
Merayakan 100 tahun Sitor Situmorang, seorang wartawan, budayawan, dan sastrawan besar Indonesia, Sanggar Seni Jolo New Samosir bersama pelestari Opera Batak, Thompson Hs, menggelar serangkaian kegiatan budaya di Samosir. Acara ini berlangsung mulai 12 Februari 2025, dengan puncak perayaan berupa diskusi publik dan pertunjukan Opera Batak Pulo Batu pada 26 Februari 2025 di Perkampungan Si Raja Batak, Sigulatti. Sitor Situmorang budayawan yang mengabadikan Batak dalam kata.

Peringatan ini tidak sekadar menjadi penghormatan bagi Sitor sebagai penyair Angkatan ’45, tetapi juga sebagai tokoh pers dan pemikir budaya Batak yang mengabdikan dirinya dalam berbagai karya sastra, jurnalistik, dan teater.

Sitor Situmorang bukan hanya dikenal sebagai penyair dan penulis cerita pendek, tetapi juga sebagai wartawan yang mengabadikan peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Pada masa revolusi kemerdekaan, ia dikirim oleh media tempatnya bekerja untuk meliput situasi di Yogyakarta. Dari sanalah ia mulai menulis dengan gaya yang tajam dan reflektif, tidak hanya mengabarkan fakta tetapi juga menganalisis realitas sosial dengan bahasa yang puitis.

Kecintaan Sitor pada dunia literasi sudah terlihat sejak muda. Ia menempuh pendidikan di Balige, Sibolga, hingga Tarutung sebelum melanjutkan ke Jakarta. Kegemarannya membaca dan mendalami berbagai pemikiran menjadikannya seorang intelektual yang matang. Gaya tulisannya yang khas, dipengaruhi oleh pergaulannya dengan para pemikir kiri serta pengalaman jurnalistiknya, menjadikannya salah satu sastrawan paling berpengaruh di Indonesia.

Opera Batak dan Perjuangan Kebudayaan

Selain dikenal sebagai penyair, Sitor juga berjasa dalam melestarikan seni pertunjukan Batak. Ia adalah salah satu pendiri Pusat Latihan Opera Batak di Pematangsiantar, yang berperan dalam membangkitkan kembali seni teater tradisional ini. Opera Batak, yang menggabungkan musik, sastra, dan filsafat Batak, mendapat perhatian khusus darinya. Oleh karena itu, pementasan Pulo Batu dalam perayaan ini menjadi relevan sebagai bentuk penghormatan atas kontribusinya dalam dunia seni pertunjukan.

Menurut Thompson Hs, banyak perayaan serupa telah diadakan di berbagai tempat, seperti Belanda, Prancis, Italia, Jakarta, Balige, hingga Bali. Namun, perayaan di Samosir memiliki makna tersendiri karena Sitor sendiri pernah berpesan agar kelak dimakamkan di tanah kelahirannya. Kini, makamnya di Desa Turpuk Limbong menjadi saksi bahwa ia telah kembali ke tanah leluhur, sekaligus menjadi pusat refleksi bagi generasi muda Batak.

Generasi Muda dan Warisan Sitor Situmorang

Salah satu fokus utama perayaan ini adalah keterlibatan generasi muda dalam memahami dan melanjutkan warisan Sitor. Pemimpin Sanggar Seni Jolo New Samosir, Perri Sagala, menegaskan bahwa pihaknya telah lama memperjuangkan agar Opera Batak dan karya-karya Sitor dapat dijadikan medium edukasi bagi siswa di Samosir. Melalui pelatihan seni pertunjukan dan diskusi sastra, anak-anak dan remaja diharapkan semakin mengenal budaya mereka sendiri dan bangga menjadi bagian dari tradisi Batak.

Kegiatan ini juga akan melibatkan berbagai sekolah di Samosir, dengan lebih dari 40 siswa yang berlatih selama dua minggu untuk terlibat dalam pementasan Pulo Batu. Dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui program Dana Indonesiana, menjadi bukti bahwa warisan Sitor Situmorang masih relevan dan layak dikembangkan

Diskusi publik yang akan digelar pada 25 Februari 2025 akan menghadirkan enam narasumber yang membahas berbagai aspek kehidupan dan karya Sitor Situmorang. Mulai dari kebijakan revitalisasi Opera Batak, analisis terhadap sumber-sumber penciptaan lisan dan tertulis, hingga rekomendasi masa depan Opera Batak menjelang peringatan 100 tahun eksistensinya pada 2026.

Merayakan 100 tahun Sitor Situmorang bukan sekadar seremoni, melainkan momentum untuk merefleksikan kembali peran seorang wartawan, budayawan, dan sastrawan dalam membentuk identitas kebangsaan. Sitor telah membuktikan bahwa kata-kata tidak hanya untuk keindahan, tetapi juga untuk perjuangan, pelestarian budaya, dan pencarian makna hidup. Warisan intelektual dan seninya kini menjadi tugas generasi berikutnya untuk diteruskan. (Red/Hery Buha Manalu)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini