Kopi Times | Medan :
STT (Sekolah Tinggi Teologi) Paulus Medan secara resmi menutup Tahun Ajaran 2024–2025 dengan ibadah syukur yang penuh makna dan refleksi mendalam, Sabtu (28/6). Bertempat dikampus, acara ini dihadiri oleh seluruh sivitas akademika, mahasiswa, serta para dosen dan staf.
Dengan tema “Aku Aroma Kehidupan”, ibadah penutupan ini mengangkat perenungan dari 2 Korintus 2:12–17, yang menyoroti perjuangan Rasul Paulus dalam menjalani pelayanan di tengah berbagai tekanan dan kepahitan hidup. Melalui renungan tersebut, STT Paulus Medan mengajak setiap peserta untuk tetap setia dan jujur dalam menyebarkan aroma Kristus, bahkan ketika berada dalam situasi yang sulit dan sering kali tidak dipahami oleh dunia.
Menjadi Aroma Kristus di Tengah Dunia yang Bau Busuk
Dalam khotbahnya, Ketua STT Paulus Medan, Dr. Adolfina Elisabeth Koamesakh menegaskan bahwa pelayanan tidak selalu berjalan dalam kenyamanan. Bahkan, menurutnya, kepahitan adalah bagian dari dinamika pelayanan yang tidak terelakkan. “Paulus pun mengaku gelisah dan terbeban, meski pintu pelayanan terbuka di Troas. Tetapi dari sana kita belajar bahwa di tengah kepahitan, Kristus tetap hadir,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa setiap orang percaya dipanggil bukan hanya untuk menjadi penyampai Firman, tetapi menjadi aroma kehidupan, keharuman Kristus yang menguatkan, menghidupkan, dan membawa damai bagi orang-orang di sekitarnya.
“Makin hari, dunia makin pengap dengan kepalsuan, kemunafikan, dan pencitraan. Dalam situasi seperti itu, kita dipanggil untuk menghadirkan aroma Kristus. Bukan dari mulut yang manis, tetapi dari hati yang jujur dan hidup yang tulus,” tambahnya.
Kejujuran dan Integritas Jadi Sorotan
Salah satu poin penting dalam renungan adalah ajakan untuk berbicara tentang Allah dengan hati yang bersih. Mengutip ayat 17, para peserta diajak untuk tidak menyampaikan Firman demi keuntungan atau popularitas, melainkan untuk memuliakan Kristus.
“Pelayanan bukan soal panggung atau pengaruh. Ini soal ketaatan dan kesetiaan,” ungkap Ketua STT Paulus Medan dalam arahannya. Ia juga menegaskan bahwa kejujuran dan integritas harus menjadi karakter utama setiap lulusan teologi.
“Kami tidak hanya mencetak teolog, tetapi mempersiapkan para pelayan yang siap menghadapi dunia nyata, dunia yang menuntut keberanian untuk jujur, bahkan ketika kebenaran itu menyakitkan,” tegasnya.
Acara penutupan ini juga menjadi momentum untuk menyemangati para mahasiswa, khususnya yang akan diutus kembali ke gereja dan komunitas masing-masing. Dalam suasana penuh haru dan sukacita, para dosen dan mahasiswa menyatakan komitmen untuk terus menyebarkan aroma Kristus, meski harus melalui kepahitan dan air mata.
Pelayanan itu bukan soal nyaman atau mudah. Tapi tentang kesetiaan di tengah tantangan. Jika kita berhenti saat disalahpahami atau merasa lelah, maka kita kehilangan misi kita.
Penutupan tahun ajaran ini menjadi lebih dari sekadar acara akademik. Ia menjadi momen peneguhan panggilan, terutama di tengah dunia yang makin kehilangan arah. Di tengah kebusukan moral dan krisis integritas, STT Paulus Medan berharap para lulusannya tetap menjadi keharuman Kristus yang menyentuh dan menghidupkan banyak orang.
Acara ditutup dengan doa dan pujian bersama yang menggemakan semangat agar tetaplah setia, tetaplah jujur dan jadilah aroma Kristus di dunia.”
Dengan semangat itu, STT Paulus Medan mengakhiri tahun ajaran dengan harapan baru, bahwa di tengah dunia yang gelap, para utusan Tuhan tetap menyala dan membawa kehidupan. (HB)