Kopi-times.com | Medan :
Rombongan anggota Komisi A DPRD Provinsi Sumatera Utara turun kelapangan tinjau lokasi lahan terdampak bendungan Lau Simeme, Deli Serdang.
Menanggapi keluhan masyarakat yang sudah dibahas saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi A DPRD SU tentang kejelasan pengeluaran lahan dari status hutan produksi dan ganti untung lahan terdampak bendungan Lau Simeme didapat usai tinjauan lokasi terdampak hutan produksi dan bendungan Lau Simeme.
Perjuangan masyarakat terdampak hutan produksi dan bendungan Lau Simeme di empat kecamatan yakni Biru-biru, STM Hilir, STM Hulu dan Sibolangit mulai menjumpai titik terang.
Status hutan produksi di lahan yang mereka kuasai dan usahai secara turun temurun akan dihapuskan dalam kurun waktu tiga bulan dua minggu mendatang.
Perkiraan waktu tersebut juga termasuk penyelesaian ganti untung terhadap lahan masyarakat yang dipakai oleh pemerintah untuk pembangunan bendungan Lau Simeme.
Disampaikan oleh Anggota Komisi A DPRD Sumut Hj. Jamilah, kejelasan pengeluaran lahan dari status hutan produksi dan ganti untung lahan terdampak bendungan Lau Simeme di dapat usai tinjauan lokasi terdampak hutan produksi dan bendungan Lau Simeme., MKn pada, Selasa (26/3) siang bahwa kejelasan pengeluaran lahan dari status hutan produksi dan ganti untung lahan terdampak bendungan Lau Simeme di dapat usai tinjauan lokasi terdampak hutan produksi dan bendungan Lau Simeme.
Rombongan anggota Komisi A bersama Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWS) II, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumut, aparatur pemerintahan setempat, PT. WIKA, pemangku Raja Urung dan stake holder terkait lainnya, melakukan kunjungan ke lokasi.
“Kami sudah kunjungan pada Senin (25/3) kemarin. Hasil kunjungan, kami melihat lokasinya yang dikatakan hutan produksi adalah pemukiman, ladang bahkan kantor pemerintahan desa.” sebut Hj. Jamilah.
Selain itu, hasil pihak pemerintah yakni Camat, Dinas Kehutanan Provinsi Sumut BPN menyanggupi untuk mengeluarkan lahan masyarakat dari hutan produksi dan memberi ganti rugi kepada masyarakat.
Jika dirinci, waktu tiga bulan dua minggu tersebut akan digunakan oleh Camat Biru-biru selama satu bulan, Dinas Kehutanan selama dua bulan dan Badan Pertanahan Nasional dua minggu untuk melengkapi persyaratan dan penyelesaian pembayaran ganti rugi lahan masyarakat yang terkena pembangunan bendungan Lau Simeme.
“Dari Kecamatan, satu bulan selesai masalah pemetaan ini,” ungkap Camat Biru-biru Wahyu Rismiani SSTP, MAP di hadapan ratusan masyarakat saat kunjungan.
Kabid Penataangunaan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Sumut juga berpesan kepada masyarakat terdampak kawasan hutan produksi dan bendungan Lau Simeme yang belum memiliki bukti kepemilikan tanah. Namun telah menguasai dan mengusahainya sejak lama agar segera menyiapkan bukti-bukti berupa surat pernyataan sudah menguasai dan mengusahai lahan.
(Gea)