Kopi Times | Medan :
Pembangunan Rumah Sakit (RS) SEAH di Kelurahan Cinta Damai, Kecamatan Medan Helvetia, menuai polemik. Sejumlah warga menggugat proyek tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, karena merasa dirugikan oleh dampak lingkungan yang ditimbulkan. Warga mengaku terganggu dengan dentuman alat berat, retaknya rumah mereka, serta dugaan pelanggaran dalam proses perizinan.
Sejak proyek pembangunan dimulai, warga yang tinggal di sekitar lokasi harus menanggung dampak yang tidak ringan. Jarak bangunan rumah sakit yang hanya sekitar satu meter dari rumah warga diduga menyebabkan tembok, lantai, dan kusen rumah mengalami keretakan dan renggang. Bahkan, coran semen berserakan di atap rumah, sementara jemuran warga kerap kotor dan rusak akibat debu proyek.
“Kami sudah bertahun-tahun menderita. Alat berat terus beroperasi tanpa memperhitungkan dampaknya pada kami. Rumah kami rusak, lingkungan menjadi tidak nyaman, bahkan keselamatan kami terancam,” ujar Martin Ginting, salah satu warga terdampak.
Warga juga mengkhawatirkan keberadaan power crane yang melintas di atas rumah mereka. “Kalau tali sling-nya putus, siapa yang bertanggung jawab? Kami tidak mau menunggu ada korban jiwa baru pemerintah turun tangan,” tambahnya.
Gugat Perizinan, Warga Tuding Ada Pemalsuan Tanda Tangan
Merasa tidak mendapat perhatian dari pemerintah, warga akhirnya membawa kasus ini ke PTUN Medan dengan nomor perkara 116/G/2024/PTUN.MDN. Mereka menggugat Surat Perizinan/Persetujuan Pembangunan Gedung (PBG) dengan nomor SK-PBG 127103-16042024-001, yang mengizinkan pembangunan rumah sakit 14 lantai tersebut.
Kuasa hukum warga, Lewi Aro Laia, menyebut ada indikasi pelanggaran hukum dalam proses perizinan proyek ini. Salah satu yang paling mencolok adalah dugaan pemalsuan tanda tangan warga.
“Bahkan ada tanda tangan warga yang sudah meninggal dunia di dalam dokumen persetujuan pembangunan ini. Ini jelas melawan hukum,” tegasnya usai persidangan, Rabu (5/3).
Dalam gugatan mereka, warga meminta agar PTUN Medan membatalkan izin pembangunan rumah sakit dan mewajibkan pemerintah mencabut izin tersebut. Mereka juga meminta agar pihak tergugat menanggung biaya perkara.
Pihak Rumah Sakit, Semua Sudah Sesuai Prosedur
Menanggapi gugatan ini, pihak Rumah Sakit SEAH membantah tuduhan tersebut. Dewan Pengawas RS SEAH, Devi, menegaskan bahwa mereka telah mengantongi izin resmi dan mengikuti semua prosedur yang berlaku.
“Kami mengurus perizinan sesuai aturan. Tidak ada yang kami langgar. Kami akan membuktikan legalitas izin kami di persidangan,” katanya.
Sementara itu, General Manager RS SEAH, Nadya Della Naira, menambahkan bahwa mereka telah melakukan sosialisasi dengan warga sejak awal.
“Kami mengundang warga dalam pertemuan resmi di kantor lurah, dihadiri oleh pejabat setempat. Saat itu, warga menerima pembangunan ini dengan baik dan bahkan menandatangani kehadiran mereka,” ujarnya.
Namun, Martin Ginting membantah klaim ini. Menurutnya, tanda tangan yang dikumpulkan dalam pertemuan tersebut bukan untuk persetujuan izin, melainkan sekadar daftar hadir.
“Kami hanya diminta tanda tangan kehadiran, bukan menyetujui pembangunan. Bahkan ada yang diberi uang Rp300 ribu agar mau tanda tangan,” ungkapnya.
Warga berharap Majelis Hakim PTUN Medan memberikan keputusan yang berpihak pada mereka.
“Kami percaya kejahatan tidak akan menang melawan kebenaran. Jangan sampai proyek yang dimulai dengan tipu daya ini dibiarkan terus berjalan,” tegas Martin.
Sidang selanjutnya akan digelar minggu depan dengan agenda pemeriksaan saksi. Semua pihak kini menunggu keputusan majelis hakim terkait sengketa ini, yang akan menentukan nasib warga Kelurahan Cinta Damai ke depan. (Rel/Leo)