spot_img
BerandaReligiUlos Ditenun dengan Doa, Kain Tradisi Menjadi Warisan Ekonomi Kreatif Global

Ulos Ditenun dengan Doa, Kain Tradisi Menjadi Warisan Ekonomi Kreatif Global

 

Oleh : Hery Buha Manalu

Di tengah gegap gempita Karya Kreatif Sumatera Utara (KKSU) 2025 yang berlangsung di Delipark Mall Medan, semangat budaya Batak tak hanya sekadar hadir sebagai latar belakang estetis. Ia hadir sebagai jiwa. Sebagai roh yang menghidupkan denyut ekonomi kreatif dari akar tradisi. Salah satu simbol terkuat dari semangat itu adalah ulos, kain tenun khas Batak yang dijahi bukan hanya dengan benang, tetapi dengan doa, cinta, dan filosofi kehidupan.

Ulos bukan sembarang kain. Ia lahir dari proses panjang, mulai dari menanam kapas, memintal benang, mewarnai dengan bahan alami, hingga menenunnya di atas alat tradisional yang disebut baliga. Dalam budaya Batak, proses menenunnya atau yang disebut mangulos—bukanlah kegiatan biasa. Setiap gerakan tangan, setiap hentakan kaki, diiringi dengan doa dan harapan. Para partonun atau penenun tradisional seringkali menyisipkan doa agar ulos yang mereka hasilkan membawa berkat, perlindungan, dan kekuatan bagi pemakainya. Itulah sebabnya, ulos tidak pernah dianggap hanya sebagai busana, tetapi sebagai perpanjangan tangan roh dan restu restu leluhur.

Dalam konteks KKSU 2025, ulos bukan hanya dipamerkan sebagai produk kriya, melainkan tampil sebagai identitas budaya yang terus berevolusi. Di ajang Sumatra Fashion Ethnic, sepuluh desainer muda tampil memukau dengan koleksi busana yang menggabungkan elemennya dengan desain kontemporer. Mereka tak sekadar memodifikasi bentuk, tetapi juga memelihara makna dan tetap utuh dalam jiwa, meski tampil baru dalam rupa.

Salah satu desainer muda, misalnya, memperkenalkan koleksi bernama “Ruhut ni Roha”, yang berarti suara hati menggunakan  Ragidup dan, Sibolang sebagai material utama. Dalam wawancaranya, ia menyampaikan bahwa setiap potong ulos yang ia gunakan didapat langsung dari pengrajin di Tapanuli Utara. “Saya tidak beli ulos dari pabrik. Saya datang langsung ke penenunnya, ngobrol dengan mereka, dengar kisahnya, bahkan ikut berdoa waktu mereka menenun,” tuturnya. Ini menunjukkan bagaimana etos spiritual yang tetap dijaga bahkan ketika ia menembus panggung mode global.

Lebih jauh, talkshow bertajuk “From Local to Global” menyoroti pentingnya menjaga nilai sakral dari produk budaya. Deden Siswanto dan Taruna Kusmayadi, dua desainer papan atas Indonesia, menekankan bahwa kekuatan produk lokal terletak pada cerita dan nilai yang dibawanya. “Kalau hanya menjual produk, dunia sudah penuh. Tapi kalau kita menjual ruh dari produk itu, dunia akan menoleh,” ujar Taruna. Dan ulos, dengan segala kedalaman makna dan ritualnya, memiliki spirit yang sangat kuat.

Dalam budaya Batak, ulos diberikan pada momen-momen paling sakral dalam hidup: saat lahir, menikah, berduka, atau ketika seseorang hendak menempuh perjalanan penting. Kain tradisi ini bukan hadiah sembarangan. Ia adalah ungkapan restu, cinta, dan tanggung jawab sosial. Bahkan, dalam adat Batak, ada istilah “ulos pasamot”, yaitu ulos yang diberikan sebagai pengikat janji dan pengharapan masa depan. Maka, ketika dikemas ulang dalam bentuk busana modern dan dipasarkan ke pasar global, penting untuk tidak kehilangan makna di dalamnya.

Di KKSU 2025, Bank Indonesia dan berbagai pemangku kepentingan terus mendorong UMKM pengrajin ulos untuk naik kelas. Tak hanya dari sisi produksi, tapi juga dari sisi narasi, digitalisasi, dan akses pasar. Mereka difasilitasi untuk mengikuti pelatihan branding, akses modal, serta keikutsertaan dalam pameran nasional dan internasional. Ini menjadi bukti bahwa tradisi dan ekonomi tidak perlu saling menegasikan; sebaliknya, mereka bisa tumbuh bersama.

Namun demikian, tantangan tetap ada. Komersialisasi berlebihan dikhawatirkan bisa mengikis makna sakralnya. Oleh karena itu, penting agar setiap proses transformasi dilakukan dengan etika budaya, mendengarkan suara komunitas adat, dan tetap menjaga prinsip keberlanjutan, tidak boleh hanya dijadikan simbol visual, tapi harus tetap menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan.

KKSU 2025 menjadi ruang penting bagi ulos untuk bercerita: tentang tangan-tangan perempuan yang sabar menenun benang harapan; tentang doa-doa yang disisipkan dalam setiap motif; dan tentang bagaimana Sumatera Utara bisa berdiri di panggung dunia tanpa kehilangan akar budayanya. Kain tradisi iniyang dijahi dengan doa kini siap menyapa dunia, bukan sebagai kenang-kenangan wisata, tapi sebagai duta nilai dan kekuatan ekonomi budaya Batak yang otentik.

Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini