Oleh : Hery Buha Manalu
“Peu haba…? Udah ngupi belom…?”
Begitu sapaan akrab yang tertulis di atas pintu masuk Warkop Raya di Jalan Sunggal Pekan, Medan Sunggal. Kalimat berbahasa Aceh ini bukan sekadar hiasan, tapi menjadi simbol keakraban yang ditawarkan warung kopi ini, tempat ngopi yang bukan hanya menghangatkan tubuh, tapi juga pikiran dan persahabatan.
Suasana santai namun penuh semangat belajar itu terasa hangat pada Minggu sore, 20 Juli. Di tengah aroma kopi yang menggoda dan semilir angin yang menyejukkan, Warkop Raya menjadi lokasi berkumpulnya para pemilik media online serta pakar teknologi informasi dari berbagai penjuru Sumatera Utara. Ada Monang Sitohang (Pilar Merdeka), Hery Buha Manalu (Kopitimes.id), Maha Rajagukguk (Aura Indonesia), dan Rosdyana Hutagalung (Detektif Monitor), semua berkumpul bukan hanya untuk ngopi, tapi juga menimba ilmu dari Fuad, seorang ahli IT sekaligus instruktur asal Binjai.
Warkop, Kampus Alternatif Dunia Digital
Di tengah dunia digital yang terus berkembang, keingintahuan dan semangat belajar menjadi modal utama untuk bertahan. Itulah yang terlihat di Warkop Raya. Alih-alih ruang kelas konvensional, suasana kursus dan pelatihan diadakan secara serius namun santai. Laptop terbuka di atas meja, tangan-tangan sibuk mencatat dan mengetik, sementara cangkir kopi dan piring berisi ubi goreng menemani proses belajar.
Fuad memaparkan pentingnya pemahaman aplikasi dan bahasa pemrograman untuk mengelola media online dengan baik. “Pembaca media online harus banyak. Itu kunci,” tegasnya. Semakin banyak pembaca, lanjutnya, semakin besar peluang media untuk mendapatkan iklan dari Google. Ia bahkan dengan tulus menawarkan bantuan tanpa bayaran, asal media online yang dibimbingnya benar-benar ingin tumbuh dan berkembang.
Belajar dengan Kopi, Mencerna dengan Ubi
Kursus tak hanya tentang coding dan monetisasi. Di sela pelajaran, suasana semakin cair dengan obrolan hangat dan menu khas Warkop Raya, kopi hitam pekat, teh manis, kelapa muda segar, ubi goreng dengan sambal, hingga sate kacang yang nikmat disantap hangat-hangat. Hidangan sederhana itu seolah menjadi perekat interaksi antar peserta pelatihan.
“Saya baru pertama kali belajar tentang tautan dan script iklan secara langsung begini. Tapi suasananya bikin betah, jadi lebih gampang paham,” ujar Rosdyana sambil menyeruput kopi. Ia bahkan mengomentari betapa segarnya semilir angin sore di dalam warung yang dikelilingi pepohonan dan terhubung langsung ke panorama alam.
Warkop Raya tak hanya menjual kopi, tapi juga suasana. Di bagian belakang warung, terdapat instalasi pengolahan air minum (IPAM) Tirtanadi dan Sungai Belawan yang mengalir tenang. Di sinilah letak daya tarik utama Warkop ini, pengunjung bisa belajar sambil berswafoto, menyaksikan derasnya air bendungan, atau sekadar menikmati hijaunya pepohonan dari kejauhan.
Tak heran, warung ini tak pernah sepi. Ia menjadi oase di tengah hiruk pikuk kota Medan, tempat bertemunya teknologi dan tradisi, digitalisasi dan budaya kopi, serta kerja keras dan ketenangan. Di sinilah cerita-cerita baru lahir, bukan hanya tentang page views dan algoritma, tapi juga tentang persahabatan, visi masa depan, dan kopi yang tak pernah basi.
Kopi dan Komunitas di Era Kedua Digital
Era digital sudah memasuki fase barunya: era komunitas dan kolaborasi. Di sinilah peran tempat seperti Warkop Raya menjadi krusial. Ia bukan sekadar tempat minum kopi atau Wi-Fi gratis, melainkan ruang pertemuan organik antara pelaku media, konten kreator, dan teknolog. Tak heran, para pemilik media kini mulai menjadikan Warkop bukan hanya sebagai tempat nongkrong, tapi juga sebagai markas inovasi.
Dalam konteks transformasi digital gelombang kedua, seperti yang kita alami sekarang, penting sekali bagi para pelaku media untuk tidak sekadar memahami teknologi, tapi juga membangunnya dengan semangat kolaboratif. Di sinilah Warkop Raya berhasil mengubah persepsi: dari tempat ngopi biasa menjadi hub digital rakyat.
“Ngopi Dulu, Biar Ide Muncul”
Warkop Raya memberikan pelajaran penting: bahwa belajar tak harus selalu serius dan tegang. Justru dalam suasana rileks, ditemani semilir angin, secangkir kopi hangat, dan suara air mengalir dari bendungan, ide-ide cemerlang bermunculan.
Jadi, kalau kamu ingin tahu masa depan media digital atau sekadar ingin ngopi sambil menyusun strategi digitalmu berikutnya, datanglah ke Warkop Raya. Mungkin, di sanalah kamu akan menemukan bukan hanya rasa kopi, tapi juga rasa persahabatan dan semangat berbagi yang tulus.
“Peu haba…? Udah ngupi belom…?” pertanyaan sederhana yang bisa membuka pintu menuju dunia baru.
Catatan redaksi: Artikel ini didedikasikan untuk semua warung kopi yang telah menjadi ruang belajar, tempat curhat, laboratorium ide, dan rumah bagi mereka yang percaya bahwa perubahan besar bisa dimulai dari secangkir kopi.